Mengupayakan nafkah untuk istri dan anak-anak adalah kewajiban seorang suami. Jika tak ada alasan syar’i, kemudian sang suami abai terhadap hal utama ini, padanya terdapat dosa yang besar. Maka yang terbaik dan terpenting bagi seorang suami adalah mengupayakannya sesuai dengan kemampuan terbaik.
Apalagi dalam setiap keringat yang menetes bersebab mengupayakan nafkah ini, terdapat pahala yang agung. Bahkan, ada dosa-dosa seorang laki-laki yang hanya bisa terampuni jika ia mengusahakan nafkah untuk istri dan anak-anaknya dengan kemampuan terbaik. Jika di dalamnya terdapat ampunan, bagaimana bisa seorang suami yang saleh akan abai dan lalai dalam mencari rezeki untuk anak dan istrinya?
Lantaran itu pula, seorang istri memiliki kewajiban untuk membantu suaminya. Bentuknya, sang istri mempersiapkan dan mencukupi keperluan-keperluan sang suami demi kemudahan bagi sang suami dalam mencari nafkah. Termasuk di dalamnya, seorang istri tidak segan melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik untuk membantu suaminya.
Hal ini bukanlah sesuatu yang tabu. Bahkan, generasi sahabat nabi dari kalangan wanita pun melakukannya. Simaklah apa yang dituturkan oleh Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq ini. Inilah satu riwayat yang menunjukkan betapa seorang istri yang salehah itu tidak segan membantu suaminya.
“Zubair menikahiku. Dan, dia tidak memiliki harta ataupun budak di muka bumi selain kudanya.”
Demikian itu yang dikatakan oleh Asma’ binti Abu Bakar sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahihnya. Miskin harta. Mungkin itu kata yang tepat untuk disematkan bagi sosok saleh Zubair yang menikahi Asma’.
Lantaran itu, lanjut Asma’ menuturkan, “Aku memberi pakan kudanya, mencukupi biayanya, merawatnya, melepaskan kurma yang menyangkut di kakinya, mencarikan rumput, mengambilkan air minum, mengisi embernya dengan air, membuat adonan roti.”
Kesemua hal yang disebutkan oleh Asma’ adalah pekerjaan-pekerjaan fisik. Namun, ia tak segan apalagi malas. Semuanya dilakukan dengan ikhlas dan tulus. Sebab, ia paham; di baliknya ada kebaikan, pahala, dan surga yang lebih luas dari langit dan bumi. Apalagi, kuda yang dimiliki Zubair digunakan untuk jihad dan dakwah di jalan Allah Ta’ala.
Selain itu, “Aku (Asma’) juga memikul benih tanaman dari tanah milik Zubair yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seluas sepertiga farsakh.”
Mampukah kita membayangkan; berapa berat benih yang dipikul oleh seorang wanita bernama Asma’? Kemudian, dia mengangkutnya menuju kebun sang suami yang luasnya sepertiga farsakh itu?
Cukuplah riwayat ini menjadi bukti; betapa istri salehah adalah sosok yang tak segan melakukan kerja-kerja fisik demi melayani dan merawat harta milik suaminya. Dan, tentunya, hal ini tidak layak dijadikan dalih bagi sebagian suami yang buruk hatinya untuk mengeksploitasi kemampuan istrinya untuk menjadi budaknya hanya dengan dalih ketaatan. [Pirman]