Lanjutan dari Delapan Sebab Tak Terkabulnya Doa
Penyadaran Hakikat yang Lebih Penting
Hakikat yang lebih penting itu adalah Kemahakuasaan Allah Ta’ala atas segala sesuatu. Allah Ta’ala berkuasa untuk langsung mengabulkan atau pun menolak doa seorang hamba. Maka, penundaan itu adalah satu sarana yang Dia berikan agar seorang hamba menyadari kelemahan dirinya.
Hendaknya mereka mengingat apa yang dialami oleh para Nabi-Nya. Yunus, Yusuf, Musa, Ibrahim, Ayyub, pun Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antara mereka diuji dengan kesusahan, tekanan musuh, penyiksaan, boikot ekonomi, bahkan ada yang dibunuh.
Selain itu, selalulah mengingat perkataan Nabi Muhammad dalam peristiwa Hudaibiyah, “Sesungguhnya aku adalah Utusan Allah, dan Dia tak mungkin menyia-nyiakan diriku selamanya.” Jika yang kita lakukan adalah menapaki sunnah Nabi, jangan pernah khawatir atas belum terkabulnya doa-doa yang kita panjatkan. Sebab Allah Ta’ala tak mungkin menyia-nyiakan hamba-Nya yang beriman.
Semakin Mendekat Pada-Nya
Imam Ibnul Jauzi mengisahkan tentang Yahya al-Bakka’. Ia bermimpi bertemu dengan Allah Ta’ala. Di dalam mimpinya, ia bertanya, “Ya Allah, aku telah berdoa sekian lama. Tapi, mengapa Engkau tak kabulkan permintaanku?”
Jawab Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam Shaid al-Khatir, “Sebab, Aku menyukai suaramu.”
Berpikir positiflah. Jika sehari semalam sudah berdoa selama dua puluh empat jam tapi belum terkabul, nampaknya kita harus menambah kualitas ibadah dengan semakin menyibukkan diri beramal saleh. Jika sehari sudah biasa tilawah satu juz, kemudian doa belum juga tembus; mungkin kita perlu menambah jumlah, kualitas, dan tentunya nilai keikhlasan di dalam hati.
Sebab, di antara hal terbaik atas doa-doa yang kita panjatkan adalah semakin dekatnya diri dengan Allah Ta’ala. Dan, kedekatan dengan-Nya amat berharga, tak sebanding dengan dunia yang remeh dan hina.
Jika Dikabulkan, Dampaknya Buruk
Seorang salaf berdoa, “Ya Allah, izinkan aku berperang.” Lama, doanya tak pernah terwujud. Ada saja yang menghalanginya turut dalam perang. Kemudian, ia bermimpi. Dalam mimpinya, ia mendengar suara yang tak jelas sumbernya, “Jika turut berperang, kamu akan tertawan. Dan jika tertawan, kamu akan dimurtadkan oleh musuh ke agamanya.”
Senada dengan riwayat ini adalah apa yang disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam ‘Uddatush Shabirin, ada orang yang hanya baik dalam keadaan miskin; jika menjadi kaya, maka kekayaan itu akan berdampak buruk baginya. Pun sebaliknya, ada orang yang hanya akan menjadi baik dengan kekayaan; jika menjadi miskin, maka kemiskinan itu akan berdampak buruk kepadanya.
Karenanya, yakinkan diri akan satu hal; yang kita alami sekarang adalah hal terbaik yang harus senantiasa diperbaiki agar menggapai maqam spiritual yang lebih tinggi.
Tiap Doa ada Takdirnya Masing-masing
Perhatikanlah doa Nabi Musa ‘Alaihis Salam, yang meng-aamiin-kan doanya Nabi Harun ‘Alaihis salam. Keduanya orang saleh, pilihan Allah Ta’ala. Keduanya mendoakan sosok zalim bernama Fir’aun. Selain zalim, ia juga bengis, tak kenal belas kasih, dan sombong; menantang bahkan mengaku sebagai Tuhan.
Tapi, lihatlah dengan pandangan batin. Doa keduanya tidak terijabah. Tertunda. Bahkan, Fir’aun binasa bersama kesombongannya.
Cukuplah ini menjadi pelajaran berharga bahwa Allah Ta’ala memiliki Kuasa yang terbaik. Dia Mahatahu. Karenanya, semua yang terjadi adalah kebaikan yang hanya bisa dinikmati dengan rasa syukur jika berupa nikmat, dan sabar jika berupa ujian.
Jadi, jika belum terkabul, cukuplah terus menerus berdoa sembari memperbaiki kualitas diri agar semakin mulia di sisi-Nya. [Pirman/Kisahikmah]