Beliau adalah seorang hakim. Namanya Iyas. Ayahnya bernama Mu’awiyah. Dan kakeknya adalah Qurrat al-Muzani. Beliau pernah berguru dengan Ahli Kitab dari kalangan Yahudi di masa kecilnya. Sejak kecil pula, beliau terkenal dengan kecerdasan dan hujjahnya yang mematikan.
Suatu hari, Iyas yang masih lucu dan imut ini berhasil mempermalukan seorang tetua Yahudi. Dengan kecerdasannya itu, Iyas berhasil mematahkan pendapat si Yahudi yang pongah hanya dengan beberapa kalimat. Berikut kisah lengkapnya sebagaimana terdapat dalam buku Betapa Lucunya Anak-anak Kita.
Tetua Yahudi berkata di hadapan Iyas, “Apakah kalian tidak heran dengan kaum Muslimin?” Terangnya sampaikan alasan keheranannya, “Mana mungkin di surga nanti seorang manusia bisa makan sepuasnya tapi tidak pernah kenyang atau buang air?”
Si Yahudi tua ini sok pintar. Ia merasa pandai dan mampu permalukan Islam dan kaum Muslimin. Pasalnya, ia mengatakan kalimat itu dengan pongah. Apalagi, dalam pikiran pendeknya, yang diajak bicara hanyalah anak kecil yang tak mampu memahami persoalan akhirat yang gaib.
Namun, kepongahannya berbuah pahit. Dengan cerdas, si Iyas yang masih kecil dan imut berhasil mematahkan argumen si Yahudi dengan sangat logis.
“Wahai Guru,” ujar Iyas santun, “apakah menurut Guru semua makanan yang kita konsumsi di dunia ini menjadi kotoran?”
“Jelas tidak, Iyas.” sergap sang Guru bersemangat.
“Jika demikian,” pancing Iyas cerdas, “ke manakah perginya makanan yang tidak menjadi kotoran itu?”
Dengan amat mantap, sang Guru Yahudi ini menerangkan, “Anakku, makanan yang tidak menjadi kotoran itu terserap ke dalam tubuh menjadi zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.”
“Lantas,” sambar Iyas sampaikan argumennya, “dengan alasan apa kalian mengingkari adanya surga dan penghuninya yang tidak pernah mengeluarkan kotoran?”
Jelas Iyas kecil kepada Yahudi tua itu, “Jika makanan yang dikonsumsi di dunia saja sebagiannya bisa dengan mudah dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai zat yang diserap (dimanfaatkan) oleh tubuh,” pungkasnya dengan amat yakin, “maka tidak mustahil jika di surga nanti, semua makanan yang dikonsumsi diserap seluruhnya oleh tubuh hingga tak ada secuil pun yang menjadi kotoran.”
Kepada sosok-sosok inilah kita belajar. Bahwa argumen atas sebuah gugatan harus disampaikan dengan logis. Apalagi, semua ajaran Islam amatlah logis dan bisa diterima oleh akal yang sehat. Maka, jika ada akal yang menolak sebuah ajaran Islam, sebabnya adalah kebodohan diri, salahnya para dai dalam menyampaikan penjelasan, atau tertutupnya hati dari kebenaran yang benderang. [Pirman]