Di antara tanda-tanda orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ialah adanya bekas sujud (atsar sujud). Banyak kaum Muslimin yang salah memaknai hingga beranggapan bahwa bekas sujud hanya berupa hitam di bagian dahi karena sering digunakan untuk bersujud. Padahal, bekas sujud jauh lebih mulia dari sekadar ciri-ciri fisik yang ada di dalam badan seorang Muslim.
Bekas atau atsar sujud yang disebutkan terletak di wajah disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih di antara mereka dengan ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. al-Fath [48]: 29)
Tafsir paling tepat dan disepakati oleh jumhur ulama terkait ‘atsar/bekas sujud’ dalam ayat ini adalah keshalihan sosial dalam diri seorang Muslim. Mereka tidak hanya bagus dalam ibadah ritual kepada Allah Ta’ala, tetapi juga sangat peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya.
Ajaran agung yang mereka pegang teguh adalah sebagai dai, di mana pun berada, dalam kondisi apa pun. Maka kesibukannya adalah mengajak orang lain agar terlibat aktif dalam berbagai proyek kebaikan di sepanjang hidupnya.
Mereka menyadari, Allah Ta’ala menciptakan mereka sebagai seorang hamba dan khalifah. Hamba dalam konteks memenuhi hak-hak Allah Ta’ala dalam ritual-ritual fardhu yang tak bisa ditawar dan sunnah yang menjadi keutamaan, serta khalifah yang sibuk memakmurkan bumi dengan kalimat-kalimat Allah Ta’ala, agar tegak di muka bumi, agar dinikmati oleh sebanyak mungkin umat manusia.
Dengan demikian, makna ‘atsar/bekas sujud’ ini sangat korelatif dengan makna shalat yang seharusnya menjadi pencegah efektif seorang pelaku shalat dari keburukan dan menjadi pemicu baginya untuk gegas dalam berbuat kebajikan dan mengajak orang lain untuk turut serta di dalamnya, bukan bersembunyi di kamar dengan dalih menjaga diri.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]