Beginilah Seharusnya Kader PKS

0
JAKARTA, 16/3 - KAMPANYE TERBUKA PKS DI SUGBK. Sejumlah simpatisan dan kader PKS saat kampenye terbuka PKS di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Minggu (16/3/2014). Kampanye tersebut diikuti ribuan simpatisan dan kader PKS dari Jakarta dan Sekitarnya. Foto: VIVAnews/Muhamad Solihin/14.

Hari itu, seorang ustadz berkirim pesan singkat ke hand phone jadul saya. Beliau menitip salam permintaan maafnya kepada sahabat-sahabat yang lain, sekaligus mohon bantuan dalam hal keuangan. Kelahiran anaknya bermasalah. Harus dilakukan tindakan operasi. Biayanya jutaan.

Saya pun menyampaikan amanah tersebut ke sahabat-sahabat yang lain. Nihil. Tak ada yang bisa membantu sebanyak itu. Akhirnya, sahabat-sahabat tersebut pun membantu semampunya. Ada yang lima ratus ribu rupiah, satu juta rupiah, dan lain-lain.

Terkumpul sekian juta. Tapi biayanya masih kurang sekitar empat juta. Maka, saya pun mengirimkan pesan ke banyak orang, termasuk keluarga dekat dan saudara jauh yang belum pernah sekali pun berjumpa.

Rupanya, sosok terakhir ini menjawab dengan pertanyaan ‘tantangan’, “Butuhnya berapa? Kapan?” Dalam hati, saya berdecak kagum sekaligus ‘meragukan’. Sebab, beliau ini sering bercanda. Singkat saja, saya kirimkan pesan balasan, “Secepatnya. Deadline sehari lagi. Butuhnya empat juta.”

Komunikasi pun terputus karena sudah malam. Keesokan harinya, dia mengirimkan kabar, “Mas, sudah saya transfer ya. Empat juta. Terserah mau dikembalikan kapan.” Seketika itu juga, badan saya bergetar sembari senantiasa mengucap kalimat-kalimat thoyyibah.

Kali lain, belum ada sepekan ini. Salah satu saudara sedang butuh uang. Ada uang tunai, tapi sudah malam. Dan tak mungkin ketemuan. Akhirnya, saya kembali mengirim pesan ke beberapa teman, termasuk lelaki di atas. Butuhnya sekitar tujuh juta.

Saya kirimi pesan lewat akun media sosial, dia menjawab santai, “Tulis saja. Saya lagi mau ngisi kajian pekanan. Nanti saya baca.”

Maksud pun saya tulis. Apa adanya. Tak lama kemudian, setelah kelar mengisi kajian, dia membalas pesan, “Saldo di rekening yang bisa transfer dari internet banking hanya 3,5 juta. Gimana nih?”

Saya pun melanjutkan pesan tersebut ke saudara yang sedang butuh uang. Lalu, ia menjawab, “Gak apa-apa, Mas. Yang penting ada buat cadangan.”

Jawaban saudara tersebut pun saya kirim balik. Tak lama, dia mengirim bukti transfer, “Itu buktinya. Silakan cek.”

Selanjutnya, setelah sampaikan terima kasih dan sering merepotkan, dia membalas santai, “Iya, sih. Kamu emang suka ngrepotin.” Nadanya bercanda.

Saat saya bertanya, “Antum gak khawatir, Gan? Kalau aneberkelit dan gak bayar?” Pasalnya memang, kami belum pernah bertemu. Dia di ujung Jawa Timur, saya di pinggiran Banten berbatasan dengan Jakarta, Bogor, dan Depok. Jangankan ketemu, nelpon-nelponan saja gak pernah. Hanya sesekali berkirim hadiah. Itu pun hanya buku atau majalah.

Rupanya, dia menjawab serius dengan nada santai, “Jika pun gak dikembalikan, hal itu tidak akan mengurangi rezeki saya.”

Atas nikmat ukhuwah itu, saya hanya berucap ‘alhamdulillahirabbil ‘alamiin’.

Belum kelar kisah inspiratif dari sosok asal salah satu kota di Jawa Timur yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera ini, ia pernah membebaskan hutang salah satu kenalannya sejumlah dua puluhan juta. Sebabnya sederhana, “Saya gak tega. Anak dan istrinya butuh biaya. Dianya setres.”

Semoga Allah Ta’ala berkahi harta dan kehidupannya, ampuni dosa-dosa dan diterima semua amal kebaikannya. Aamiin. [Pirman]

Artikel sebelumnyaBeginilah Akhir Hayat Orang-orang Saleh
Artikel berikutnyaDi Dekat Kepala Orang Ini, Duduklah Dua Setan