Rasulullah Saw adalah sosok yang paling menghormati orang yang lebih tua dan paling menyayangi siapa yang lebih muda. Beliau juga teladan yang amat besar rasa sayangnya kepada anak-anak. Baik dari jalur nasab maupun bukan.
Anas bin Malik Ra menceritakan, suatu hari ia berjalan melewati sekumpulan anak-anak. Ia pun memberi salam kepada mereka. Selanjutnya, ia berkata, “Nabi Saw juga melakukan hal ini.” Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari ini merupakan bukti bahwa Nabi Saw menyayangi anak-anak sehingga beliau mengucapkan salam saat melewati kerumunan anak-anak.
Anak-anak adalah buat hati. Mereka harus sering mendapatkan ungkapan sayang, terutama dari orangtuanya. Baik dengan pelukan, ciuman hangat, digendong dan sebagainya. Ya’la al-‘Amiri menyampaikan, Rasulullah Saw kedatangan Hasan dan Husain. Kemudian, Nabi Saw menggendong keduanya.
Seorang anak butuh penerimaan, bukan penuntutan. Penerimaan yang tulus bisa berupa memaklumi dan memahami hajat serta karakternya. Bukan dengan mengakimi, apalagi banyak memprotes kebaikan yang dilakukannya.
Sesampainya Rasulullah Saw di Madinah, Abu Thalhah menyerahkan anaknya, Anas bin Malik, untuk membantu segala keperluan beliau Saw. Anas adalah anak tiri Abu Thalhah. Rasul pun menerima Anas. Selanjutnya, anak shalih yang terdidik sehingga menjadi sahabat yang mulia itu melayani Nabi di rumah dan perjalanannya.
Disebutkan olehnya, “Demi Allah, beliau tidak pernah mengatakan apa yang aku kerjakan.” Dituturkan lebih lanjut, “Beliau tidak pernah berkata, ‘Mengapa engkau tidak mengerjakannya seperti ini? Mengapa engkau kerjakan seperti ini?’”
Penting dicatat, hal inilah yang menjadi kesalahan kebanyakan kita sebagai orangtua kepada anak-anak kita. Dengan mudahnya kita menyalahkan anak-anak hanya karena mereka lupa menaruh gelas pada tempatnya, misalnya.
Kemudian, tatkala ia melakukan kekurangtepatan saat membantu pekerjaan rumah, sebab merasa kesal dan jumawa, orangtua dengan mudahnya menghakimi bahkan memarahi anaknya dengan kalimat yang tak pantas.
Sikap mudah menghakmi seperti itulah yang membunuh jiwa sang anak. Alih-alih bermaksud memperbaiki, sejatinya orangtua yang bersikap demikian telah menghancurkan masa depan anak dengan kalimat yang dilontarkannya sendiri.
Yang dilakukan Nabi adalah teladan terbaik. Beliau tak pernah sekalipun menuntut atau menghakimi Anas bin Malik. Padahal beliau memilii kekuasaan penuh atasnya. Beliau hendak mencontohkan, anak membutuhkan kenyamanan untuk berkembang dengan tidak mudah disalahkan maupun dihakimi oleh orangtuanya sendiri.[Pirman]