Beginilah Cara Rasulullah Memuliakan Istrinya

0
ilustrasi @Detikislam
ilustrasi @Detikislam
ilustrasi @Detikislam

Teladan yang senantiasa mencerahkan itu bernama Muhamamd Saw. Beliaulah pelita yang benderang, cahaya yang menyinari kegelapan, pembawa gembira, penghilang duka, penebar manfaat. Beliau adalah teladan paripurna dalam semua bidang kehidupan.

Mari saksamai bagaimana beliau berinteraksi dengan istri-istrinya. Saksamai dengan cinta, agar yang nampak sederhana ini, senantiasa membekas dalam benak dan bisa dijadikan bekal dalam mengarungi kehidupan yang sementara ini.

‘Aisyah binti Abu Bakar adalah satu-satunya wanita yang beliau nikahi dalam keadaan perawan. Suatu ketika, ibunda kaum muslimin ini berkata, “Rasulullah Saw bersandar di pangkuanku dalam keadaan membaca (menghafal) al-Qur’an,” aduhai romantisnya pasangan surgawi ini? Lanjut anak Abu Bakar ini, “Padahal ketika itu aku sedang haid.”

Inilah pelajaran berharga bagi umat Islam. Pasalnya, bagi kaum Yahudi, ketika seorang wanita datang bulan, maka ia harus diasingkan. Bahkan, tak diizinkan untuk diberi makan.

Dalam kali lain, saat Baginda Nabi berbaring bersama Ummu Salamah dalam satu selimut, tiba-tiba istri beliau itu didatangi haid. Sertamerta, sang istri keluar dari selimut dan memakai pakaian haidnya. Nabi yang memahami dengan baik semua perbuatan istrinya itu bertanya, “Apakah kau datang bulan?” Selepas sang istri mengiyakan, Rasul nan mulia itu memanggilnya dan keduanya kembali berbaring dalam selimut yang sama.

Beliau Saw juga amat memuliakan istrinya ketika bertamu. Pernah dikisahkan oleh sahabat Anas bin Malik. Ketika itu, Rasulullah Saw diundang oleh tetangganya, orang Persia. Pertama kali, Rasulullah Saw bertanya, “Bagaimana dengan ini?” Maksudnya, beliau meminta izin kepada tuan rumah, apakah boleh jika menyertakan sang istri (‘Aisyah Ra) untuk mendatangi undangan itu?

Pada jawaban pertama, sang tuan rumah tak mengizinkan. Kemudian, sang Nabi pun menolak undangan itu sebab tak diizinkan menyertakan istrinya. Tak lama, tetangga itu kembali datang dengan undangan serupa. Ternyata, Nabi memberikan pertanyaan yang sama dan dijawab sama pula oleh tuan rumah. Maka pada kali kedua, Rasul kembali menolak undangan tersebut dengan alasan serupa.

Untuk ketiga kalinya, tuan rumah mengundang Rasulullah Saw. Kali ini, beliau memberikan pertanyaan yang sama, bolehkah menyertakan istriku dalam menghadiri undanganmu? Sebab dijawab, “Silakan,” maka sang Nabi pun menghadiri undangan tersebut bersama istrinya.

Begitulah diantara bentuk pemuliaan Rasulullah Saw kepada istri-istrinya. Beliau amat memahami dan menghormati mereka. Beliau adalah suami terbaik dan tak pernah ada yang menandinginya. Jika seorang suami adalah penampung kepribadian istrinya, maka Rasulullah Saw berhasil menampung semua kepribadian istri beliau di dalam dirinya.

Sebuah keutamaan yang sama sekali tak bisa dilakukan oleh satu orang pun selepas beliau hingga Hari Kiamat kelak.

Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad. [Pirman]

Artikel sebelumnyaPesan Cinta Rasulullah Saw tentang Kasih Sayang
Artikel berikutnyaKetika Istri-istri Rasulullah Meminta Kenaikan Uang Belanja