Bakti Kepada Ibu yang Dibalas Tunai

0

Laki-laki. Pintar. Baik. Shalih. Dan, sayang kepada ibunya. Berkat doa dan perjuangan sang ibu itu pula, lelaki ini berhasil lulus dengan gelar sarjana yang membanggakan. Selepasnya, ia melanjutkan cita-cita mulianya untuk menjadi seorang guru. Alhamdulillah, cita-cita mulianya ini tercapai.

Meski agak datar jalan kisahnya, ada satu hal yang amat mendominasi dari sosok yang tak mau disebut namanya ini. Baktinya kepada ibu. Ia telah menjalani hidup yang keras nan terjal. Tetapi, di sepanjang kisahnya, ibunya selalu menjadi yang diutamakan.

Bahkan, ketika takdir berkata bahwa ibunya harus pulang ke hadirat Allah Ta’ala lebih dulu, bakti sang laki-laki penuh cinta ini tak berkurang secuil pun. Bahkan, kian bertambah dan menginspirasi.

Setelah karirnya membaik dan ibunya telah wafat, ia selalu beramal shalih dengan menggalakkan infaq. Di banyak tempat; masjid, majlis ilmu, lembaga sosial, dan sebagainya. Dalam setiap amalnya, ia selalu berkata kepada panitia setelah diniatkan dalam hatinya, “Pahala dari infaq ini saya persembahkan untuk almarhumah ibu saya.”

Berbilang tahun, setelah ia memiliki anak, amalannya itu tidak pernah surut. Namun, sebuah episode malu menggerogoti dirinya. Memang, si lelaki ini sengaja beramal di tempat yang agak jauh dari tempat tinggalnya. Agar lebih mudah ikhlas. Alhasil, masjid yang berada di dekat rumahnya itu, jarang mendapat bagian amal darinya.

Hingga suatu ketika, ia malu melihat pengurus masjid tengah memasang seperangkat alat minum lengkap dengan pendingin dan penghangatnya untuk jamaah yang mampir. Dari jauh, lelaki ini memandangi. Ketika ia hendak berlalu, dari belakang ada pengurus masjid yang menghampirinya.

“Makasih ya, Pak,” ucap salah satu pengurus masjid, “semoga amal bapak ini diberkahi oleh Allah Ta’ala.”

Salah tingkah dan malu, laki-laki ini menukasi, “Duh, bapak bisa aja. Bukan saya kok yang mengamalkan seperangkat alat minum di masjid ini.”

Pikir si laki-laki, pengurus masjid ini sedang menyandai sekaligus menyindirnya.

Lalu, teka-teki pun terjawab saat si anak dari laki-laki yang bakti kepada ibunya ini menghampiri, tak lama setelah perbincangannya dengan pengurus masjid.

“Yah,” ujar si anak teduh, “saya yang mengamalkan ini. Pahalanya untuk Ayah.”

Dengan menyimpan bingung, si Ayah pun mendapatkan penjelasan dari anaknya, “Saya mengumpulkan uang saku pemberian Ayah sejak lama. Ini saya lakukan karena banyaknya amal Ayah yang diniatkan untuk nenek, baik ketika beliau hidup maupun selepas wafatnya.”

Si laki-laki ini, diam-diam memekikkan takbir di dalam sanubarinya. Terharu. Apalagi, anaknya itu baru berada di tingkat pertama sekolah menengah pertama (SMP).

Sahabat, demikian itulah berbakti kepada orang tua. Allah Ta’ala akan berikan balasan tunai di dunia sebelum balasan abadi di surga-Nya. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaMinta Dunia, Malah Diberi Akhirat
Artikel berikutnyaInnalillahi… Hafizhah, Tapi Miliki Dua Suami