Malam semakin gelap, tetapi sebagian jamaah masih khusyuk dalam kajian yang diselenggarakan oleh panitia i’tikaf di sebuah masjid besar di bilangan Jakarta Timur. Tampak pula jamaah lain yang tengah mendirikan shalat sunnah dengan tenang, beberapa di antaranya sedang membaca al-Qur’an, mengulang hafalan, dan menadabburinya. Yang lainnya, ada yang memilih rehat sejenak agar segar tatkala qiyamullail di sepertiga malam terakhir, atau sekadar bercengkerama dengan anggota keluarga dan sahabat sesama jamaah i’tikaf di malam ganjil itu.
Di antara yang menarik, dalam kajian yang dibawakan oleh Ustadz Salafuddin Abu Sayyid, adalah fakta yang amat memilukan. Miris. Beliau mengisahkan salah satu sahabat di pondoknya dahulu. Seorang wanita. Anaknya kiyai. Hafal al-Qur’an 30 juz. Tetapi-na’udzubillah-, ia memiliki dua suami. Lebih parah, kedua laki-laki yang menjadi suaminya itu tinggal dalam satu rumah.
Mungkin, kita akan tidak percaya mendengar fakta ini. Kami pun demikian. Tetapi, ustadz yang menulis buku Balita Pun Hafal al-Qur’an ini berkata jujur. Sebab, beliau adalah seorang dai. Sudah menerjemahkan 99 kitab ke dalam Bahasa Indonesia, menjadi salah satu tenaga pengajar di Ma’had ‘Isy Kariiman, dan mengetahui dengan mata-kepala sendiri akan fakta memilukan itu.
Si wanita yang hafal al-Qur’an itu, secara tertulis di surat nikah, memang menikah dengan laki-laki pertama. Kemudian, laki-laki kedua adalah selingkuhannya. Anehnya, suaminya menyepakati hal itu dengan dalih suka sama suka. Dan mengizinkannya serumah dengannya. Na’udzubillah.
Bahkan, ketika pernikahan tersebut membuahkan anak, si anak, sebagaimana disebutkan oleh sosok yang hafal al-Qur’an ini, “Anaknya lebih mirip dengan selingkuhannya.” La haula wa la quwwata illa billah.
Dengan tidak ada sedikit pun niat mendiskreditkan para penghafal al-Qur’an yang shalih, kisah ini hanya disampaikan sebagai ibrah bagi kita semua. Bahwa menghafal al-Qur’an adalah amalan utama, tetapi ada yang jauh lebih penting dari sekadar menghafal kata-kata mulia itu. Yaitu berusaha sekuat tenaga untuk menjaga hafalan, mempelajari maknanya sesuai dengan pemahaman yang diajarkan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, kemudian mewakafkan sepanjang usia untuk mengamalkan ajaran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari hingga ajal menjelang.
Ya Allah, curahkanlah rahmat kepada kami dengan al-Qur’an. Jadikan al-Qur’an sebagai sahabat kami di dunia, dan syafaat bagi kami kelak di Hari Kiamat. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah]
*Ditulis bebas dari kajian i’tikaf yang disampaikan oleh Ustadz Salafuddin Abu Sayyid di Masjid at-Tin Jakarta pada Ramadhan 1436 Hijriyah.