Dzikir adalah ibadah unggulan yang tidak mengenal batas jumlah dan waktu pelaksanaan. Bisa dilakukan di pagi, siang, sore, malam, dan setiap saat. Bisa dikerjakan sembari berlari, berjalan, berkendaraan, berdiri, duduk, berbaring, dan banyak aktivitas lainnya.
Dzikir juga bisa dikerjakan dalam shalat, di luar shalat, ketika bergembira, bersedih, mendapat ujian, dikaruniai nikmat, atau kondisi apa pun selainnya. Bagi mereka yang senantiasa berdzikir mengingat nama Allah Ta’ala, baginya pahala yang agung berupa jannah dan seluruh kenikmatan yang melimpah di dalamnya.
Diriwayatkan secara mauquf dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Empat sikap yang apabila seseorang berada di dalamnya, maka Allah ta’ala membangunkan untuknya rumah di dalam surga.”
Empat sikap yang dimaksud adalah ketika seseorang mengalami suatu kejadian atau berada dalam sebuah keadaan, maka ia mengiringinya dengan kalimat dzikir.
La Ilaha Illallah
Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Ta’ala. Inilah kalimat thayyibah yang dianjurkan diucapkan dalam hadits tersebut untuk menjaga urusan seorang hamba. Maknanya, ia hanya melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, dan meninggalkan semua yang dilarang-Nya.
Kalimat thayyibah yang dikenal dengan tahlil ini merupakan kalimat yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan nabi atau Rasul sebelum beliau. Bagi siapa yang mendawamkan kalimat ini hingga mati dalam mengucapkannya, Allah Ta’ala menjaminnya untuk masuk ke dalam surga-Nya.
Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un
Sebab hidup memang tak selalu berisi bunga dan bahagia. Maka ketika menghadapi kesedihan, kehilangan, cobaan, musibah, dan sejenisnya, orang-orang yang beriman senantiasa mengucapkan kalimat ini. Ialah kalimat tarji’ yang di dalamnya tergambar kesabaran dan penyerahan diri secara total kepada Allah Ta’ala.
Sesungguhnya semuanya berasal dari Allah Ta’ala, dan sesungguhnya kepada-Nyalah semua akan kembali. Maka, orang beriman mengucapkan kalimat ini dengan ketulusan terbaik yang ia miliki. Apalagi, selain janji rumah di surga, dalam salah satu ayat disebutkan, mereka akan mendapatkan sahalawat dan rahmat dari Rabb semesta alam.
Alhamdulillah
Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala. Inilah kalimat yang disunnahkan diucapkan ketika mendapatkan nikmat, seberapa pun kadarnya. Ketika bangun di pagi hari, makan, minum, mengenakan pakaian, dan semua aktivitas kebaikan lainnya. Sebab, hanya karena nikmat dari Allahlah seseorang bisa melakukan itu semua.
Nabi Nuh disebutkan sebagai hamba yang bersyukur, di antara sebabnya karena beliau senantiasa mengucapkan kalimat ini di setiap kondisi kenikmatan yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Pun, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Saat ditanya mengapa masih melakukan Tahajjud hingga kaki bengkak dalam keadaan berderai air matanya, beliau menukasi, “Apakah tidak boleh jika aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Astaghfirullah
Ampuni hamba ya Allah. Itulah kalimat keempat yang disunnahkan ketika kita melakukan salah maupun dosa. Istighfar diibaratkan air putih yang bisa membersihkan kekeruhan jiwa bersebab menumpuknya dosa dalam waktu yang amat lama.
Selain itu, siapa yang mendawamkannya, ada janji limpahan rezeki, kebun-kebun dan sungai-sungai, jumlah anak yang banyak dan shaleh, serta keutamaan-keutamaan lain yang tidak diberikan kepada mereka yang tidak beriman.
Demikianlah empat kalimat nan mulia ini, yang disunnahkan dalam empat keadaan. Semoga dikuatkan untuk membiasakannya, sehingga layak mengambil janji dibangunkan untuk kita rumah di surga-Nya. Aamiin. [Pirman]