Menangis adalah ekspresi jiwa. Seseorang menangis sebab bersedih atau bahagia. Bagi orang beriman, menangis bisa menjadi sarana ampuh untuk menyesali diri yang berlumur dosa, kemudian bergegas untuk memperbaiki kualitasnya.
Orang-orang yang beriman, hatinya lembut. Mereka mudah meneteskan bahkan berlinang air matanya tatkala membaca ayat-ayat Allah Ta’ala, maupun saat menadabburi kehidupan akhirat yang abadi. Di Antara ayat-ayat tersebut, ada satu ayat yang membuat Nabi menangis, saat beliau mendengarkannya dari Abdullah bin Mas’ud.
Diriwayatkan dalam Shahih Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud, “Bacakanlah untukku.”
“Ya Rasulullah,” jawab Abdullah bin Mas’ud dengan tanya, “apakah aku membacakan padamu, padahal al-Qur’an ini diturunkan kepadamu?”
“Sebab,” jawab Nabi dengan lembut, “aku suka mendengarkannya dari orang lain.”
Maka Abdullah bin Mas’ud pun membacakan surat an-Nisa’. Hingga sampailah kepada satu ayat, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Cukuplah itu.”
Ketika Abdullah bin Mas’ud berhenti dan menatap wajah sang Nabi, rupanya beliau sedang menangis. Katanya, “Ternyata air mata beliau berlinang.”
Ayat yang membuat Nabi menangis tersebut adalah firman-Nya yang bermakna, “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)?” (Qs. an-Nisa’ [4]: 41)
Yang membuat Nabi menangis adalah dahsyatnya perkara Hari Kiamat dan kehidupan setelahnya, akhirat yang abadi. Terang Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, “Ayat ini menjelaskan tentang dahsyatnya Hari Kiamat serta sulitnya urusan dan keadaannya.”
Pungkasnya menerangkan, “Maka bagaimanakah urusan dan keadaan Hari Kiamat nanti, tatkala didatangkan untuk setiap umat seorang saksi, yaitu para Nabi ‘alaihimus salam.”
Betapa dahsyatnya Hari Pembalasan. Ketika itu, tak ada satu pun urusan yang luput; semua dipertanggungjawabkan. Inilah hari yang menjadi salah satu bukti bahwa Allah Ta’ala Mahaadil. Dia akan memberikan pahala atas semua amal shaleh, dan siksa bagi siapa yang beramal kejahatan.
Maka tangis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, juga bermakna cinta. Sebab, semua manusia-begitupun umatnya-tidak akan bisa lepas dari siksa atas semua keburukan yang pernah mereka lakukan. [Pirman]