Tasawuf merupakan cabang dari ilmu Islam yang fokus pada pendidikan adab, akhlak, dan jiwa. Ilmu ini sangat mengutamakan kebersihan jiwa dan kesucian hati. Dzikir menjadi kebiasaan para pelakunya, dan kesibukan lainnya adalah senantiasa menjauhkan diri dari segala ucapan atau perbuatan yang sia-sia.
Dalam menempuh jalan Tasawuf yang murni ini, ada 6 kewajiban hati bagi para pelakunya. 6 kewajiban bagi hati ini disebutkan oleh Imam al-Harits al-Muhassibi. Gurunya Imam Junayd al-Baghdadi menjelaskan hal ini dalam Risalah al-Mustarsyidin yang merupakan pemantik bagi Imam al-Ghazali hingga melahirkan Ihya’ ‘Ulumuddin.
Iman dan Taubat
Iman yang merupakan kombinasi padu antara keyakinan, ucapan, dan perbuatan harus senantiasa ada di hati para penempuh jalan tasawuf. Ialah keyakinan penuh kepada semua yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallalllahu ‘Alaihi Wa sallam. Ialah kesungguhan untuk meyakini enam rukun iman sebagaimana dijelaskan dalam banyak riwayat yang shahih.
Sebelum dan setelah iman, taubat harus senantiasa mengiringi. Inilah di antara hikmah atas seruan Allah Ta’ala di dalam al-Qur’an al-Karim yang memerintahkan taubat kepada orang-orang beriman dengan redaksi, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang sesungguh-sungguhnya.”
Taubat disyariatkan untuk dilakukan terus menerus, sebab tiada manusia yang luput dari melakukan dosa, dan karena Allah Ta’ala Maha Pengampun. Tentu, kaidah ini tidak boleh dijadikan dalih bagi seorang penempuh jalan menuju Allah Ta’ala hingga dirinya mudah melakukan dosa.
Ikhlas
Ialah memurnikan amalan hanya karena Allah Ta’ala dan menjalankan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Jalan ikhlas ini sukar, terjal, dan penuh godaan. Namun, tidaklah sesuatu diperintahkan melainkan Allah Ta’ala menyediakan kemudahan dan ganjaran yang agung bagi siapa yang mampu menjalaninya.
Ikhlas juga menjadi penentu balasan. Semua orang akan diberi sebagaimana niatnya dalam melakukan sebuah amal. Maka niat-niat dunia, akan dikabulkan. Tapi, tiada bagian untuknya di akhirat.
Sebaliknya, siapa yang bergegas beramal untuk akhirat, dunia akan dibentangkan kepadanya dan tersedia pula nikmat akhirat yang tiada batas; surga dan perjumpaan dengan Allah Ta’ala.