Tiada satu pun makhluk, kecuali dia akan mengalami kematian. Semua yang bernyawa pasti akan dicabut, sebab nyawa milik Allah Ta’ala dan pasti kembali kepada-Nya. Cepat atau lambat, suka atau benci, kematian itu sangat pasti.
Masing-masing kita hanya menunggu jadwal. Semuanya sudah tersusun rapi. Bahkan bagaimana, kapan, dan dimana seseorang akan meninggal dunia sudah tercatat rapi di Lauhul Mahfuzh, tiada yang bisa mengelak darinya.
Konyolnya, banyak di antara kita yang takut mati. Padahal yang paling pasti dari sebuah kehidupan adalah kematian. Lantaran takut mati yang berlebihan pula, ada begitu banyak upaya yang ditempuh oleh sebagian kita untuk menghindari mati.
Seorang laki-laki terkesima dengan ceramah seorang ulama penuh kharisma. Si laki-laki mendengarkan ceramah sang ulama di sebuah masjid dalam sebuah kegiatan keislaman. Lantaran penasaran, sang laki-laki pun berniat mengunjungi kediaman sang ulama. Sekadar menyambung tali persaudaraan sesama Muslim.
Sampai di rumah sang ulama, sang laki-laki disilakan duduk. Dengan berhati-hati, dia menerima tawaran sembari menyapu seluruh ruangan dengan pandangannya.
“Dimana perabot rumah Kiyai?” tanya si laki-laki, heran. Sebab sejauh mata memandang, si laki-laki tidak melihat perabotan layaknya rumah lainnya. Kosong.
Bukannya menjawab, sang ulama justru menyampaikan tanya serupa, “Memangnya, perabotan Nak Mas mana?”
“Wah, saya seorang musafir, Pak Kiyai. Jadi tidak membawa perabotan apa pun.” jawab si laki-laki. Lugas.
Sang ulama lantas tersenyum, kemudian berkata kepada tamunya, “Begitu pula diriku, Nak. Aku hanya musafir. Di sini hanya mampir. Rumahku bukan di sini.”
Seperti itulah seharusnya kita menjalani hidup. Hanya tengah berjalan, kemudian rehat sejenak untuk merebahkan badan atau mengumpulkan bekal guna perjalanan selanjutnya. Apalagi kita dihidupkan pada masa yang sejenak dengan tuntutan pengumpulan sebanyak-banyaknya bekal karena kehidupan akhirat bersifat abadi.
Jangan pernah menumpuk harta, sebab tiada guna. Bahkan harta yang ditumpuk tanpa dikeluarkan hak dan kewajibannya akan menjadi penghalang kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Genggamlah dunia secukupnya; hanya di tangan, jangan pernah ditaruh di hati.
Sebab satu di antara banyaknya alasan mengapa seseorang takut mati adalah karena keinginannya yang amat besar terhadap dunia.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]