Tiada ujian yang tak berat. Bukan ujian jika mudah untuk dikerjakan. Begitupun ujian dalam berumah tangga. Ada yang diuji dari pasangan, kekurangan materi, atau jenis ujian lainnya.
Seperti Ahmad, misalnya. Tiga tahun pernikahan, dikaruniai dua anak, tapi tetap miskin. Padahal, siapa yang menikah dijanjikan akan menjadi kaya. Berikut kisah dan solusinya.
Datanglah Ahmad ke rumah Kiyai untuk mengadukan soalan hidup sekaligus meminta saran. Dalam tiga tahun masa pernikahan dan telah dikaruniai dua anak, Ahmad dan istrinya masih hidup dalam kekurangan.
Memang, mereka tak kelaparan. Tapi hidupnya biasa-biasa saja, bahkan sering kepepet masalah. Pun, Ahmad tak kunjung mendapatkan pekerjaan tetap. Ia justru lebih sering menganggur dan bekerja apa saja, asal halal.
Kiyai yang didatanginya adalah sosok insiratif. Selain shaleh dan agamis, beliau dikenal sebagai sosok yang tak pernah risau atau galau dengan persoalan hidup. Padahal, sang Kiyai memiliki sembilan anak, empat kali lipat dari anak Ahmad.
Setelah mendengar keluhan Ahmad, Sang Kiyai pun angkat bicara. “Kita ini hanya wayang, sedangkan ‘dalang’nya adalah Allah Ta’ala.” Lanjutnya, “Jadi, kita hanya diruruh manggung oleh-Nya.” Dengan lembut, Kiyai pun melontarkan tanya kepada Ahmad, “Mungkinkah “Dalang” gak memperhatikan wayang yang berada di atas panggung?”
“Karena itu,” ujar Kiyai menyimpulkan, “datangilah Allah Ta’ala. Dialah yang memberikan rezeki dan mengabulkan semua permintaan yang kita ajukan. Dia Maha Mengurus hamba-hamba-Nya.”
“Maksudnya ‘datangi Allah’, pak Kiyai?” tanya Ahmad menegaskan.
“Sembahlah Allah Ta’ala. Murnikan tauhid. Kerjakan perintah-Nya, dan jauhi semua larangan-larangan-Nya. Dia akan memberikan semua yang kita butuhkan.” jelas sang Kiyai yang diiringi anggukan Ahmad.
“Apakah sesederhana itu, Pak Kiyai?” timpal Ahmad.
“Iya,” jawab Pak Kiyai singkat.
Kiyai kharismatik ini pun mengisahkan analogi tukang cukur yang berdiskusi dengan salah satu pelanggannya. Tukang Cukur mengatakan bahwa Tuhan tidak ada dan tidak mengurusi hamba-hamba-Nya. Buktinya, di dunia ini banyak orang susah, payah, miskin, bahkan yang tak bertuhan.
Karena Sang Pelanggan tak memiliki argumen pembanding, ia hanya diam hingga prosesi cukur rambut kelar. Beruntungnya, Sang Pelanggan menemukan jawaban tepat ketika hendak melangkahkan kaki keluar dari salon.
Pandangannya menangkap sosok orang gila; awut-awutan, kotor, rambut gondrong, kotor, dan menjijikan. “Pak,” kata Sang Pelanggan sembari menoleh, “saya kira yang tidak ada bukanlah Tuhan, tetapi Tukang Cukur.”
“Kok bisa? Bukannya tadi saya yang memotong dan merapikan rambut Anda?” kilah Tukang Cukur.
“Itu Pak buktinya,” tukas Sang Pelanggan sembari menunjuk ke arah orang gila.
Sembari tertawa meremehkan, Tukang Cukur pun menjawab, “Bukan tidak ada Tukang Cukur, tapi orang itu yang tidak mendatangi Tukang Cukur sehingga rambut dan badannya tak terawat.”
Dengan senyum cerdas, Sang Pelanggan pun menimpali, “Itulah jawabannya. Tuhan itu ada, tapi banyak yang tidak mau mendatangi-Nya hingga hidupnya susah, sengsara, dan dirundung nestapa.”
Ahmad pun memahami maksud Sang Kiyai. Ia pulang dengan senyum mengembang dan wajah berseri. Kini, ia tahu apa yang seharusnya dikerjakan. [Pirman]