Perjalanan super kilat dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha telah dilalui. Dengan kendaraan yang sama, Buraq, Rasulullah bersama Jibril naik ke langit.
Semakin jauh, bumi terlihat semakin kecil. Dan segala rintangan dakwah di Makkah terasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan agungnya kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tiba di langit pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabi Adam lalu manusia dan Nabi pertama itu mendoakan kebaikan untuknya.
Di langit kedua, Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya. Keduanya menyambut Rasulullah dan mendoakan kebaikan untuknya.
Di langit ketiga bertemu Nabi Yusuf yang dianugerahi setengah ketampanan manusia sejagat raya. Di langit keempat bertemu Nabi Idris. Di langit kelima bertemu Nabi Harun. Di langit keenam bertemu Nabi Musa. Mereka semua mendoakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Baca juga: Kisah Mualaf
Kini tibalah Rasulullah di langit ketujuh. Di sana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur. Setiap harinya, 70.000 malaikat memasuki Baitul Makmur dan mereka tidak kembali lagi sesudahnya.
Lalu Rasulullah sampai di sidratul muntaha yang membuat beliau benar-benar terpesona. Terpesona di sidratul muntaha, yakni tempat tertinggi di langit yang menjadi batas ujung pengetahuan dan amal aktifitas para makhluk. Tidak seorang makhluk pun mengetahui apa yang ada di belakangnya.
“Tempat ini diserupakan dengan as sidrah yang artinya pohon nabk karena mereka berkumpul di bawah teteduhannya. Di dekat sidratul muntaha ada surga Al Ma’wa yakni tempat tinggal arwah orang-orang mukmin yang bertaqwa,” terang Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir.
Sidratul muntaha ini berada di langit ketujuh. Di sana ada pepohonan besar yang buahnya seperti guci hajar aswad dan daunnya seperti telinga gajah. Satu dahannya mampu menaungi 100 tahun perjalanan.
لَمَّا رُفِعْتُ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى فِى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ نَبْقُهَا مِثْلُ قِلاَلِ هَجَرَ وَوَرَقُهَا مِثْلُ آذَانِ الْفِيَلَةِ
“Tatkala aku dibawa naik ke sidratul muntaha di langit ketujuh, buahnya seperti guci Hajar dan daunnya seperti telinga gajah” (HR. Daruquthni)
يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِى ظِلِّ الْفَنَنِ مِنْهَا مِائَةَ سَنَةٍ أَوْ يَسْتَظِلُّ بِظِلِّهَا مِائَةُ رَاكِبٍ شَكَّ يَحْيَى فِيهَا فَرَاشُ الذَّهَبِ كَأَنَّ ثَمَرَهَا الْقِلاَلُ
“Orang yang naik kendaraan berjalan di bawah satu dahan dari pohon Sidratul Muntaha selama seratus tahun, atau satu dahannya bisa digunakan berteduh oleh seratus orang yang naik kendaraan. Di sidratul muntaha terdapat faraasy (kupu-kupu kecil) emas. Buah Sidratul Muntaha laksana guci” (HR. Tirmidzi)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menambahkan, Sidratul muntaha diliputi oleh makhluk-makhluk yang tidak bisa digambarkan, dijelaskan dan dihitung yang menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasulullah menjelaskan dalam Shahih Bukhari, ketika perintah Allah memenuhi sidratul muntaha, sidratul muntaha berubah dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat Sidratul Muntaha karena keindahannya.
Baca kronologis peristiwa lengkap dan hikmahnya dalam artikel Isra Miraj
Di saat seperti itulah, Allah memberi wahyu dan mewajibkan sholat. Dan itulah yang paling membuat Rasulullah terpesona di sidratul muntaha. Bertemu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Meskipun tidak melihatNya langsung karena terhijab cahaya, pertemuan saat mi’raj itu adalah kenikmatan terbesar dalam rangkaian peristiwa terpesona di sidratul muntaha. [Muchlisin BK/Kisahikmah]