Banyak perjalanan hidup yang bisa dikail untuk dijadikan hikmah kehidupan. Begitu banyak kisah inspiratif di sepanjang sejarah yang mampu menjadi pemantik semangat jiwa. Ada limpahan pelajaran kebajikan dari banyak episode kehidupan untuk kebaikan generasi setelahnya.
Dalam hamparan padang pasir kisah itu, kita bisa memilah dan memilihnya; bukan untuk mencocokkan, tetapi untuk meneladani yang paling tepat, sebab masing-masing individu memiliki kecenderungan dan kisahnya masing-masing.
Adalah Abu ‘Abdullah bin Zadaan al-Kindi. Seorang pemain musik dan penyanyi fenomenal di masanya. Namanya termasyhur di seantero negeri sebagai sosok yang mampu melantunkan berbagai jenis lagu, bahkan menciptakan dan juga bermain musik. Sungguh, kelebihannya adalah bakat yang sukar dicari tandingannya.
Suara yang merdu, kepiawaian memainkan alat musik, dan pesona seninya, sebagaimana dikisahkan oleh Solikhin Abu Izzudin dalam Bersama Ayah Meraih Jannah, “Dia menjadi salah seorang yang populer, dikagumi, dan digemari masyarakat Kuffah saat itu.”
Kemudian, perjalanan hidup mengantarkannya pada sebuah episode yang berbalik seratus delapan puluh derajat; berubah total. Berpaling dari musik dan nyanyian yang melenakkan menuju cahaya Islam yang menyejukkan hati para penganutnya. Sebabnya pun sangat sederhana, hanya satu kalimat.
Sezaman dengan Abu ‘Abdullah sang penyanyi adalah sosok ahlul Qur’an dan sahabat Nabi yang terpilih, ‘Abdullah bin Mas’ud. Qadarullah, saat Abu ‘Abdullah tengah melantunkan suara emasnya dengan nyanyian yang membuat jiwa terlena dengan dunia, lewatlah sang ‘Abdullah bin Mas’ud.
Demi mendengar keelokan, merdu, cengkok yang sempurna, dan keistimewaan-keistimewaan lain dalam suara Abu ‘Abdullah itu, ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Indah sekali suara ini jika digunakan untuk membaca Kitabullah…”
Hanya satu kalimat yang diucapkan. Yang karenanya, tulis Solikhin Abu Izzuddin meneruskan kisahnya, “Abu ‘Abdullah bin Zaadan segera berhenti bernyanyi. Dia bertaubat dari bernyanyi dan bermain musik.” Dan, pada episode kehidupan selanjutnya, ia menjadi salah satu murid terbaik dari sosok yang pernah diminta oleh Nabi secara khusus untuk membacakan al-Qur’an kepada baginda Nabi yang mulia.
Sosok yang bersih hatinya, bening pemikirannya, fasih lisannya, dan pernah dibela Nabi saat diejek oleh orang-orang terkait ukuran betisnya yang amat kecil. Padahal, dalam timbangan amal, betisnya itu amat berat sebab pemiliknya memiliki iman dan takwa yang agung. [Pirman]