Tanda Diterima atau Ditolaknya Amal

0
ilustrasi @republika

Allah Ta’ala menciptakan kehidupan dan kematian sebagai salah satu ujian untuk menunjukkan siapakah yang paling baik amalnya. Setiap amal akan diberi balasan secara adil. Tiada sedikit pun kezaliman.

Bagi pelaku kebaikan, baginya satu pahala saat berniat dan bertambah satu hingga sepuluh kali lipat sampai tak terhingga ketika niatnya benar-benar menjadi amal shalih. Sedangkan bagi mereka yang berniat buruk, niatnya tidak diberi dosa hingga keburukan benar-benar dikerjakannya. Inilah di antara bentuk Maha Pengasih dan Penyayang-Nya Allah Ta’ala kepada Hamba-hamba-Nya.

Amal shalih menjadi salah satu tanda bahwa seseorang tidak termasuk kelompok yang merugi. Ia bersanding manis bersama iman, saling mengingatkan dalam kebaikan, dan bernasihat agar senantiasa berada dalam kesabaran. Selain keempat hal ini, Allah Ta’ala memastikan, “Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian.”

Dalam banyak ayat al-Qur’an juga disebutkan, siapa yang beriman dan beramal shalih, ia termasuk kelompok manusia terbaik yang berhak mendapatkan surga. Meskipun, para ulama sepakat bahwa amal hanya menjadi perantara. Sebab surga hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang mendapatkan Rahmat Allah Ta’ala.

Persoalannya, tidak semua amal diterima. Sebagaimana sebuah percobaan dalam penelitian yang tidak semuanya berhasil, begitu pula amal shalih. Banyak faktor yang menyebabkan sebuah amal diterima atau ditolak. Bermula dari niat, cara dalam beramal, dan faktor-faktor lain di sepanjang dan setelah melakukan amal.

Lantas, bagaimana cara mengetahui diterima atau ditolaknya sebuah amal? Berikut penjelasan Imam Ibnu Rajab al-Hanbali.

“Tanda diterima amal adalah ketika suatu ketaatan yang dilakukan oleh seorang hamba bisa menuntunnya menuju ketaatan lain yang lebih tinggi.”

Berkelanjutan. Itulah di antara tanda diterimanya amal. Maka lihatlah, mereka yang tetap beramal selepas Ramadhan, misalnya, dan terus-menerus mengeja taat hingga sebelas bulan selepas berlalunya bulan suci.

Amal shalih yang berketerusan ini pula yang akan menggerakkannya untuk melakukan ketaatan-ketaatan lain berupa memakmurkan bumi-Nya. Amal-amal yang diterima ini akan menggerakkan seorang hamba untuk memperbaiki kualitas wawasan keilmuannya, akhlaknya, kehidupannya, dan masyarakatnya secara luas.

“Adapun tanda ditolaknya amal adalah ketaatan yang diikuti dengan perbuatan maksiat. Perbuatan baiknya tidak mampu mencegahnya dari keburukan.”

Betapa banyak kita jumpai orang-orang yang ‘shalat terus maksiat jalan’? Banyak pula di antara mereka yang pagi mendirikan shalat, siangnya korupsi, menjelang sore berinfaq, dan malamnya masuk ke tempat hiburan yang diharamkan. Amat mengerikan.

Di antara catatan lain yang patut kita perhatikan, jangan sampai merasa banyak beramal, padahal hanya sedikit amalnya yang diterima.

Ya Rabb kami, terimalah dari kami amal-amal shalih kami. Sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaTanda Shalat Khusyuk menurut Imam al-Ghazali
Artikel berikutnyaTiga Tanda Kesempurnaan Amal