Tiga Tanda Kesempurnaan Amal

0
amal yang sempurna @plus.google

Amal shalih merupakan buah ranum dari niat yang benar dan ilmu yang shahih. Jika tidak bersandar kepada keduanya, amal shalih bisa menjadi amal tertolak yang membahayakan pelakunya di dunia dan akhirat.

Niat adalah motif utama yang ada di hati seorang hamba sebelum, saat, dan setelah beramal. Menjadi rumit sebab niat merupakan urusan hati. Tidak bisa diindra. Konsepnya jelas, siapa yang berniat untuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan apa yang dijanjikan oleh keduanya. Sebaliknya, siapa saja yang berniat untuk selain keduanya, ia akan mendapatkan seperti yang diniatkannya.

Amal shalih adalah perbuatan baik yang sempurna. Sebagaimana dituturkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq kepada Imam Sufyan ats-Tsauri, tanda kesempurnaan amal seorang hamba ada tiga hal.

Menyegerakan

Bersegera berbeda jauh dengan terburu-buru. Bersegera merupakan kesadaran untuk memberikan yang terbaik di awal waktu. Alasan utamanya, tidak seorang hamba pun yang mengetahui kapan datangnya ajal. Alhasil, masing-masing mereka harus bergegas melakukan berbagai proyek kebaikan sebagai bekal untuk kehidupan abadi di akhirat.

Bersegera juga bermakna memberikan yang terbaik. Ialah sebentuk kesadaran, bahwa yang terbaik harus didahulukan agar tidak didahului oleh hal lainnya. Bersegera juga bermakna tidak menunda-nunda kebaikan dengan melontarkan banyak alasan.

Menganggap Kecil

Sebanyak dan sebagus apapun amal yang dikerjakan, ianya tidak akan pernah lebih besar dari nikmat yang dikaruniakan oleh Allah Ta’ala kepadanya. Bahkan, jika berlaku sistem konversi, amal shalih seumur hidup seorang hamba amatlah mustahil bisa menebus satu nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepadanya. Apalagi jika semua karunia yang Allah Ta’ala limpahkan sejak belum berbentuk di dalam kandungan hingga seseorang meninggal dunia.

Maka, semua amal harus dianggap kecil agar seorang hamba tidak berlaku sombong dan bergegas menyusuli amal dengan amal lain yang lebih besar dan lebih bernilai.

Merahasiakan

Adakah layak jika seseorang mempublikasikan sesuatu yang remeh kepada orang-orang sekitarnya? Apalagi jika publikasi bisa berakibat hilangnya sesuatu tersebut. Bahkan bisa membahayakan kehidupannya di kemudian hari.

Begitulah sejatinya dalam beramal. Amal kita itu amat kecil. Lantas, apakah yang menjadi alasan bagi diri untuk mengisahkannya kepada khalayak ramai? [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaTanda Diterima atau Ditolaknya Amal
Artikel berikutnyaTeladan Keikhlasan Tiada Banding