Inilah Sikap Kesatria Imam Ahmad bin Hanbal saat Dihina

0
sumber gambar: aguskhaidir.wordpress.com

Imam Ahmad bin Hanbal merupakan yang termuda di antara empat imam madzhab. Beliau wafat di tahun 241 Hijriyah. Namun, amat banyak teladan yang ditorehkan dari murid sekaligus guru Imam Muhammad bin Idris atau yang kita kenal dengan Imam asy-Syafi’i ini.

Kepada sebagian pelajar, imam yang majlisnya didatangi oleh lebih dari lima ribu kaum Muslimin ini menyampaikan pertanyaan, “Wahai anak muda, dari mana kalian?”

“Dari majlis Abu Kuraib,” jawab para pelajar, santun.

Abu Kuraib Muhammad bin al-‘Ala’ al-Hamdani adalah salah satu syekh yang masyhur kala itu. Akan tetapi, beliau berselisih pendapat dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Namun, perhatikan bagaimana akhlak Imam Ahmad kepada orang yang sering menyerangnya ini.

“Belajarlah darinya, wahai anak muda,” tutur Imam Ahmad bin Hanbal sangat bijak, “sungguh, dia adalah orang yang shalih.”

Dengan nada terkejut, para pelajar menyampaikan pengakuan, “Sesungguhnya Syekh Abu Kuraib sering menyerangmu.”

“Apa yang harus aku perbuat?” tanya retoris Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana diriwayatkan dalam Syi’ar A’lam an-Nubala dan Tarikh Dimasyq yang dikutip oleh Syekh Salman al-Audah dalam Bersama Imam Madzhab, “Syekh yang shalih itu sedang diuji denganku.”

Demikianlah akhlak orang-orang shalih. Mereka tak pernah membawa masalah dirinya kepada permusuhan di kalangan umat. Mereka berlapang dada dalam menyikapi ketidaksamaan. Akhlak ini merupakan buah dari lurus dan kuatnya akidah serta ikhlashnya ibadah yang mereka lakukan. Mereka juga meneladani sikap ini dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai guru mulianya.

Terkait ujian sebagaimana disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal di akhir percakapannya dengan para pelajar tentang Syekh Abu Kuraib ini, ada satu riwayat agung dari Imam asy-Syafi’i Rahimahullah. Saat ditanya, “Manakah yang lebih utama, orang yang mendapatkan peneguhan atau ujian?” beliau menjawab, “Tidaklah seseorang mendapatkan keteguhan sampai ia mendapat ujian (dan berhasil menyelesaikannya).”

Adakah kita lebih mulia dari Imam Ahmad bin Hanbal sehingga layak merasa marah dan membalas dendam saat mendapat masukan berharga dari orang lain? Sebab amat jauh jarak keshalihan antara kita dengan beliau, seharusnya kita bisa lebih bersabar andai mendapat serangan dari pihak yang memang tak sejalan dengan kita dalam satu dan lain hal.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaGampang Membid’ahkan dan Mengkafirkan, Emang Situ Belajar ke Siapa? Berapa Lama?
Artikel berikutnyaMenghindarlah dari Dakwah yang Terlarang Ini