Kerasukan setan sudah menjadi fenomena sepanjang zaman, tidak asing lagi di telinga kita. Sebabnya bisa banyak cara, pun dengan tafsirnya. Tak jarang, fenomena ini dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk memanen pundi-pundi rupiah. Baik dengan menamakan diri paranormal, pemburu hantu, atau sebutan lainnya.
Rupanya, jika merujuk pada penjelasan ulama-ulama Rabbani, ada pula fenomena kerasukan manusia. Ialah kondisi ketika sosok jin atau setan dirasuki oleh sosok manusia. Bagaimanakah kejadiannya?
Kondisi jin atau setan yang kerasukan manusia ini terjadi ketika setan atau jin berupaya mendekati, membisiki, dan menggoda seorang hamba Allah Ta’ala. Sayangnya, setan atau jin itu mendekati orang yang ‘salah’. Artinya, mereka menggoda orang yang bukan levelnya. Mereka mendekati dan berupaya menggoda orang yang kualitas spiritualnya mendekati sempurna.
“Apabila dzikrullah mengakar kuat di hati (seorang hamba),” tutur Syeikh Ibnu Muflih al-Maqdisi, “lalu setan mendekatinya, maka setan akan kesurupan seperti manusia yang kesurupan bila didekati oleh setan.”
Ketika seorang manusia kesurupan jin atau setan, lalu orang-orang lain mengelilinginya dengan perasaan panik, cemas, dan takut, hal ini juga terjadi di kalangan setan ketika ada di antara mereka yang kerasukan manusia.
“Kemudian,” lanjut Syeikh Ibnu Muflih dalam Agar Tidak Diperdaya Setan, “setan-setan lain akan mengelilinginya (setan yang kerasukan manusia) dan bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan setan ini?’, lalu ada yang menjawab, ‘Dia kerasukan manusia.’”
Jelaslah sudah, bahwa orang-orang yang kesibukannya adalah mengingat Allah Ta’ala, maka dirinya akan dijauhkan dari godaan setan yang terkutuk. Meskipun untuk menggapai maqam ini tidaklah mudah, bahkan ujiannya bertambah seiring meningkatnya kualitas spiritual seorang hamba.
“Setiap kali seorang hamba meningkatkan kualitas ibadahnya,” jelas Syeikh Ibnu Muflih al-Maqdisi, “semakin banyak juga jenis bisikan yang mendatanginya.” Pasalnya, setan tak ubahnya seorang perampok yang akan meningkatkan kemampuan jahatnya seiring dengan ketelitian objek yang dijadikan sebagai sasaran kejahatannya.
Meski sulit, hal ini bukan bermakna tidak mungkin. Dan, insya Allah, kita akan bisa menggapai derajat ini dengan niat yang tulus dan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. [Pirman/Kisahikmah]