Lanjutan dari Rahasia Sukses Haji Agus Salim saat Anak-anak
Siasati Waktu dengan Ulung
Bukan mudah untuk membagi waktu belajar dengan melakukan tugas rumah amanah ibunya. Tetapi, beliau piawai dalam hal ini. Meskipun, usianya kala itu baru sekitar sepuluh tahun. Maka, agar tidak kehilangan waktu belajar, beliau mensiasatinya dengan amat cemerlang.
Sepulang sekolah, beliau langsung makan siang. Setelahnya, beliau menuju plavon rumah untuk belajar. Sebab gelap, Agus Salim kecil pun membuka beberapa genteng untuk pencahayaan. Kelar belajar, beliau pun bergegas melakukan tugas rumah yang diamanahkan kepadanya setelah kembali memasang genteng di tempatnya.
Belajar sembunyi-sembunyi ini berlangsung lama. Hingga, sang Ibu terhenyak saat mengetahui apa yang dilakukan anak kebanggaannya ini.
Suatu hari, saat baru belajar beberapa saat, hujan turun. Deras. Agus Salim kecil pun belum sempat memasang genteng di tempatnya seperti sedia kala. Alhasil, tetesan air hujan pun masuk ke dalam rumah. Melihat kejadian ini, Ibu Zainab hendak marah. Namun, hatinya luluh saat menyaksikan anaknya basah sekujur badan.
Lalu, Ibu Zainab pun bertanya. Setelah tahu aktivitas apa yang dilakukan anaknya, Ibu Zainab pun tak pernah lagi memberikan tugas kepada anaknya itu saat tengah belajar.
Berguru Secara Intensif
Melihat bakat dan kecerdasan Agus Salim kecil, Guru Jan Brouwer pun menawarkan diri untuk memberikan waktu khusus baginya untuk belajar. Oleh sang Ayah, tawaran ini diterima dengan perjanjian. Bahwa Agus Salim hanya boleh datang ke rumah guru asli Belanda ini sejak siang dan pulang ke rumah setelah makan malam. Dalam bimbingan gurunya ini pula, Agus Salim berhasil belajar maksimal dan menjadi juara umum.
Setia dengan Sahabat
Zainal. Itulah nama sahabat akrab Agus Salim kecil. Sama-sama menempuh pendidikan di ELS, tetapi kondisi ekonomi orang tua Zainal kurang mampu. Karenanya, ia tak bisa melanjutkan ke sekolah setingkat SMA seperti yang Agus Salim tempuh di Batavia.
Merantau Demi Ilmu Sejak Belia
Saat usianya belum genap lima belas tahun, beliau sudah menuntut ilmu di Batavia. Meski memendam rindu kepada Ayah, Ibu dan keluarganya, cita-citanya yang tinggi untuk menjadi orang berilmu berhasil meneguhkan tekadnya.
Beliau ingin mencari ilmu sebanyak mungkin, kemudian mengajarkannya kepada kalangan menengah ke bawah yang tak punya akses pendidikan. Juga, niat yang besar untuk memajukan negerinya. [Pirman/Kisahikmah]