Dalam tulisan sebelumnya (Baca: Waspadailah Dzikir-Dzikir yang Terlarang Ini), Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah menjelaskan tentang dzikir-dzikir yang terlarang dalam mensyarah Risalah al-Mustarsyidin tulisan Imam al-Harits al-Muhassibi.
Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah mengatakan, “Dzikir yang dilakukan sebagian orang dengan gerakan-gerakan berirama, alunan suara merdu, melompat-melompat, menarik-narik, membungkuk ke depan lalu ke atas, menengok ke kiri dan ke kanan dengan kencang, berputar-putar di lingkaran, mengepak-ngepakkan kaki sambil bersuara.”
Sebagai penjelasan tambahan, dalam tulisan ini kami mengutip penjelasan Imam Abu Ishaq asy-Syathibi al-Gharnathi yang masyhur dengan sebutan Imam asy-Syatibi. Berikut penjelesan sang Imam yang merupakan ahli ushul fikih dan sufi yang cerdas terkait majlis zikir yang terlarang dan tercela dalam agama.
Mereka telah keluar dari jalan yang lurus. Sampai-sampai dalam sebuah perkumpulan, salah seorang di antara mereka membaca satu ayat al-Qur’an. Suara merdu, indah, dan mengalun indah layaknya para biduan. (Berlebih-lebihan sehingga mengaburkan makna kalimat dzikir atau ayat al-Qur’an yang dibaca).
Mereka berkata, “Mari kita berdzikir kepada Allah Ta’ala,” lantas suara mereka makin kencang, sambil berputar-putar! Satu kelompok berjalan di satu arah dan kelompok lain berjalan di arah yang berbeda dengan bersuara kompak, mirip seperti bernyanyi.
Menurut mereka, itu adalah perkumpulan dzikir yang disunnahkan. Bohong! Jika memang benar, pasti orang-orang shalih terdahulu adalah orang pertama yang menemukan, memahami, dan melakukannya.
Penjelasan ini dinukil oleh Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam penjelasan Risalah al-Mustarsyidin tulisan Imam al-Harits al-Muhassibi dari al-I’tishom tulisan Imam asy-Syathibi Rahimahullah.
Dzikir ini terlarang, salah satunya karena adanya pengubahan makna dari kalimat thayyibah yang dibaca. Misalnya; kalimat Laa ilaha illallah yang dibaca secara berlebihan (keras, kencang, sangat cepat) hingga hanya terdengar “Ha-il” berulang kali dan tidak ada maknanya.
Termasuk kalimat Allahu yang dibaca berulang kali hingga yang terdengar hanya “Hu-hu” dan lain sebagainya.
Terkait dzikir bersama dalam sebuah majlis, ulama sepakat bahwa hal itu dibolehkan. Apalagi jika kalimat dzikir yang diucapkan jelas sanadnya, jelas dalilnya, jelas maknanya.
Prinsipnya, dzikir adalah memuji Allah Ta’ala dengan kalimat yang Allah Ta’ala perintahkan, sesuai dengan kalimat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari berbagai riwayat sahabat-sahabat beliau.
Ya Allah, tolonglah kami untuk senantiasa berdzikir kepada-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan membaguskan ibadah kepada-Mu. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]