Adalah sayyidina Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu. Sang Khalifah kebanggaan makhluk langit dan bumi ini mendapatkan ujian di akhir hidupnya. Badan perkasanya ditikam oleh Abu Lu’lu’ah, seorang kafir Majusi. Seketika itu juga, banyak yang mengira bahwa orang terbaik setelah Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu ini telah meninggal dunia.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari Rahimahullahu Ta’ala dari Amr bin Maimun, ada seorang laki-laki yang mendatangi Umar bin Khaththab kala beliau menahan perih bekas luka. Mengetahui akhir kehidupan sang Khalifah yang hendak syahid, laki-laki ini berkata, “Selamat, wahai Amirul Mukminin. Allah Ta’ala membawa kabar gembira untukmu.”
Sesaat setelah itu, sang pemuda pun bergegas pergi. Namun, kain yang dia kenakan sebagai bawahan (celana atau sarung)nya terjulur, menyapu tanah. Seketika itu juga, Sayyidina Umar bin Khaththab berkata, “Perintahkan kepada pemuda itu untuk menemuiku.”
Setelah sang pemuda menghadap, sahabat utama sekaligus mertua Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam ini berkata, “Hai keponakanku, angkat kainmu. Karena itu lebih membuat pakaianmu bersih dan bertaqwa pada Tuhanmu.”
Inilah Umar yang ditakuti oleh setan terlaknat. Inilah putra al-Khaththab yang digelari al-Faruq, pembeda antara kebaikan dan kebathilan. Inilah laki-laki yang karenanya kaum Muslimin semakin disegani. Inilah laki-laki yang dijuluki sebagai palang pintu fitnah.
Lihatlah kehidupannya. Lihatlah bagaimana dia hidup sejak sebelum mengenal Islam hingga menjadi pembela utama, didaulat sebagai pemimpin, lantas meninggal dunia dengan jejak kebaikan yang tidak bertepi. Lihatlah, betapa Umar adalah pribadi yang tak mau berkompromi dengan keburukan dan senantiasa memerhatikan persoalan secara terperinci.
Dalam kisah yang dikutip oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah saat menjelaskan Risalah al-Mustarsyidin tulisan Imam al-Harits al-Muhasibi ini, Umar bin Khaththab benar-benar menunjukkan kelasnya sebagai pribadi Muslim yang paripurna.
Beliau masih sempat menyampaikan nasihat yang terkesan remeh dalam pandangan kita, kaum Muslimin akhir zaman, ketika nyawanya tinggal hitungan menit. Sembari menahan sakit dan perih, Umar masih menyempatkan dan menguatkan dirinya untuk mengingatkan kaum Muslimin yang dia pimpin. Mengesankan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]