Kewajiban utama seorang hamba adalah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala melalui berbagai jenis ibadah yang diperintahkan oleh-Nya di dalam al-Qur’an dan teladan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam sunnah-sunnahnya, baik perkataan, perbuatan, maupun persetujuan.
Maka sebaik-baik hamba adalah mereka yang paling dekat dengan Allah Ta’ala dalam berbagai kondisi, yang senantiasa mengerahkan kemampuan dan tidak segan mengorbankan miliknya di jalan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, hendaklah para penempuh jalan tasawuf bersikap fokus. Bergegas dan terpusat menuju tujuan utama, layaknya penunggang kuda yang disitir oleh Muhammad Iqbal dalam syairnya.
Wahai kawanku, jika sesaat saja engkau lalai
seribu mil kau semakin jauh dari rumah santai
Sekejap saja kau cabut duri pada paha kudamu
tiba-tiba iringan pun lenyap dari pandangmu
Sebuah syair yang indah nan penuh hikmah tentang kemestian bagi para penempuh jalan menuju Allah Ta’ala. Ialah seorang penunggang kuda yang tengah tersesat. Bingung. Tak tahu arah yang dituju. Tak mengenal jalan mana yang mesti ditempuh. Buntu.
Dalam kebuntuan yang memuncak, saat ia berjalan gontai menunggangi kudanya, terlihatlah iring-iringan kuda. Kompak. Bersatu padu. Ialah sekelompok orang-orang cerdik yang memahami jalan keharusan. Namun, mereka segera memacu kudanya. Kencang.
Memahami bahwa kumpulan tersebut adalah penunjuk jalan, sang pengunggang kuda tersesat pun segera memacu kudanya. Cepat. Mengejar. Agar tidak tertinggal.
Dalam gegasnya itu, ada duri yang menusuk kaki kudanya. Hanya duri kecil, tapi dia salah mengambil keputusan hingga berakibat fatal. Dihentikanlah kuda yang sudah terpacu demi mengambil duri yang menancap di kaki kudanya. Padahal kecil dan tiada berakibat fatal bagi kuda yang ditungganginya.
Tanpa disadari, setelah ia kelar mencabut duri tersebut, iring-iringan kuda yang merupakan petunjuk jalan sudah terlampau jauh. Sudah hilang dari pandangan si laki-laki.
“Tidaklah patut bagi siapa saja yang sedang berupaya mencapai suatu tujuan untuk memalingkan fokusnya dari tujuan itu, kendati dia harus menghadapi berbagai aral melintang yang menghalangi jalannya.” tutur Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menafsirkan makna syair Muhammad Iqbal ini.
Fokuslah, wahai para salikin. Tujulah Allah Ta’ala dengan semua yang Dia perintahkan dan semua yang disunnahkan oleh Nabi-Nya yang mulia. Jangan sekali pun lalai dengan menuruti nafsu dan bisikan iblis yang terlaknat.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]