Lanjutan dari Mengapa Ilmu lebih Mulia dari Harta? Inilah 20 Alasannya
Sebelas, orang-orang berharta dianggap mulia karena sesuatu yang berada di luar dirinya (harta, dan kepemilikan duniawi). Sedangkan para pemilik ilmu menjadi mulia dan penuh pesona kebaikan lantaran sesuatu yang terdapat di dalam dirinya.
Dua belas, seluruh jenis ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta’ala harus dilakukan dengan ilmu. Sebaliknya, ada begitu banyak maksiat kelas kakap yang hanya bisa dikerjakan jika seseorang memiliki harta. Na’udzubillah.
Tiga belas, hampir saja kita tidak menemukan satu pun kemaksiatan yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan ilmu. Bahkan, ilmu hanya bisa diperoleh dengan cara yang baik-baik saja. Sementara itu, terkait harta, ada begitu banyak jalan kotor dan siasat keji yang bisa dikerjakan hanya demi mendapatkannya.
Empat belas, sebelum mendapatkan harta, banyak sekali orang yang disergap kesedihan saat mengupayakannya. Ketika sudah berada di tangan, pemilik harta akan disergap kekhawatiran; andai harta berkurang bahkan hilang. Sebaliknya, para pelajar dan yang mengajarkan ilmu, hidupnya senantiasa berada dalam kenyamanan dan kebahagiaan, di mana dan kapan pun.
Lima belas, berilmu ataupun bodoh, saat seseorang mencintai ilmu, maka baginya kemuliaan dan kebaikan. Akan tetapi, siapa yang mencintai harta, baik saat miskin atau kaya, maka hal itu terlarang dan bisa menimbulkan banyak kerugian dunia dan akhirat.
Enam belas, Nabi Adam diciptakan sebagai manusia dengan bekal ilmu, bukan harta. Dengan ilmu itu pula, beliau menjadi makhluk yang mulia hingga diperintahkan kepada malaikat dan bangsa iblis untuk bersujud sebagai tanda hormat kepadanya.
Tujuh belas, yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena. Kalimat yang pertama kali diwahyukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ‘Bacalah’. Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad adalah al-Qur’an yang mulia. Tiga hal ini, keseluruhannya terkait dengan ilmu.
Delapan belas, satu-satunya harta yang bermanfaat bagi pemiliknya adalah harta yang dimanfaatkan dengan ilmu. Ialah mengamalkannya di jalan Allah Ta’ala. Sedangkan ilmu, agar ianya memberikan manfaat, maka tidak diperlukan harta di dalam memanfaatkannya di jalan Allah Ta’ala.
Sembilan belas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyamakan pahala orang yang berharta dan berilmu lagi berinfaq dengan orang yang berilmu dan miskin saat dia berniat untuk memberikan infaq.
Dua puluh, mudah sekali bagi para pemilik harta untuk dijangkiti sifat sombong hingga mengaku sebagai Tuhan. Sedangkan mereka yang dikurniai ilmu amatlah besar rasa takut dan harapnya kepada Allah Ta’ala. [Pirman/Kisahikmah]