Hidup susah. Dijerat persoalan perut. Ada tawaran pinda agama dengan janji kemakmuran, mereka pun memilih berpindah keyakinan dari Muslim menjadi Kristen Katholik.
Meski masuk Katholik bukan karena bisikan hati, sekeluarga ini menjadi sosok yang taat. Orang tua senantiasa mengingatkan dan menyuruh anak-anaknya untuk rutin mendatangi gereja setiap ada even ibadah. Bahkan, si Sulung dalam keluarga tersebut berhasil diangkat menjadi penjaga altar gereja.
Ketika si Sulung berada di bangku sekolah dasar, dia tidak berkenan dengan pernyataan guru agama Islam di sekolah tersebut. Kata guru tersebut, “Hanya Islamlah agama yang benar. Tiada agama selain Islam.”
Meski dongkol, dari pernyataan itulah timbul penasaran. Si Sulung senantiasa mengingat kalimat tersebut sehingga sering bertanya kepada sahabat-sahabatnya yang lain.
Waktu berjalan, si Sulung masuk sekolah menengah pertama. ketertarikannya dengan Islam semakin tebal. Dia memutuskan mengikuti pelajaran agama Islam di kelas dan mempelajari Islam dari buku paket sekolah. Dalam perjalanan mengikuti pelajaran agama Islam di kelas itu pula, kepenasarannya terjawab, sedikit demi sedikit.
Misalnya, guru agama Islam mengatakan bahwa Nabi Isa bukanlah Tuhan. Beliau hanyalah utusan Allah Ta’ala. Rupanya, dari kitab Injil yang dia baca, tersebut bahwa Nabi Isa memerintahkan kepada Bani Israil agar menyembah Tuhan yang Esa. Tentu saja, ajaran ini bertentangan dengan doktrin gereja melalui pendeta yang menyebut dan meyakini konsep trinitas.
Di sekolah menengah atas, si Sulung mulai belajar mengerjakan shalat. Meski ia tahu, temannya pernah mengatakan, shalatnya percuma karena belum membaca syahadat. Syahadat ibarat tiket masuk sehingga shalat seseorang bernilai pahala.
Masuk kuliah, tingkat penasaran si Sulung semakin menggebu terkait Islam yang mulia. Suatu malam, dia bermimpi dimasukkan ke dalam neraka. Berada di neraka bagian atas, ia berteriak menyebut nama Yesus saat dijatuhkan ke neraka bagian bawah. Namun, kisahnya, ia tidak diselamatkan. Barulah ketika mengucapkan “Allahu Akbar”, ia diselamatkan dari panas neraka, lalu terbangun dengan keringat yang membanjiri badan.
Malam itu juga, dia berdoa kepada Tuhan agar diberi petunjuk menuju jalan yang benar.
Tak lama setelah itu, ia melakukan kunjungan karena tugas kampus ke sebuah daerah. Ketika waktu luang, dia memutuskan untuk berenang. Ketika menyelam, si Sulung merasa ada yang menarik kakinya hingga hampir tenggelam. Beruntung, ada sahabat yang menyelamatkannya.
Setelah kembali ke Ibu Kota, laki-laki ini pun semakin mantap untuk memeluk Islam. Setelah kejadian hampir tenggalam itu, ia menyimpulkan, “Allah Ta’ala masih menyelamatkan saya. Agar saya memeluk agama-Nya.”
Lepas mengikrarkan syahadat, si Sulung kembali menghadapi masalah. Bagaimana menjelaskan kepada keluarga-keluarganya yang beragama Katholik. Hingga akhirnya, ia mengaku dan mendapatkan hinaan, cercaan, bahkan kutukan. Oleh ibunya, ia dikutuk menjadi kera, batu, dan lain sebagainya.
Qadarullah, si Sulung kuat. Dia berdoa kepada Allah Ta’ala agar diberi kekuatan dalam berislam, dan agar keluarganya diberi hidayah untuk masuk ke dalam Islam yang mulia dan menyelamatkan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Sumber cerita: Islam Digest Harian Republika, Ahad, 3 Januari 2016. Diceritakan secara bebas.