Lantaran Mimpi Ini, Ustadz M. Arifin Ilham Memilih Dzikir sebagai Cara Dakwahnya

0
KH M Arifin Ilham dan Habib Mundzir al-Musawwa @arrahmah

Tidak ada aktivitas yang lebih utama di banding berdakwah di jalan Allah Ta’ala dan senantiasa beramal shalih di sepanjang hidup yang diberikan. Itulah sebaik-baiknya aktivitas. Sebab dakwah di jalan Allah Ta’ala adalah misi semua Utusan Allah Ta’ala kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman.

Meski tujuannya satu, seorang dai dibolehkan melakukan cara yang berbeda dalam mengajak umat manusia kepada tauhid; mengesakan Allah Ta’ala. Sebagaimana strategi berbeda yang dilakukan oleh Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, hingga Nabi Muhammad ‘Alahimus Salaam. Tujuannya sama, tetapi teknisnya berbeda.

Tentu, perbedaan itu tidak boleh melanggar syariat Allah Ta’ala, seperti menghalalkan yang haram, menzhalimi orang lain, dan lain sebagainya.

Perbedaan cara dakwah ini juga kita dapati pada dai di zaman ini. Misalnya, Kiyai Haji Abdullah Gymnastiar yang muncul dengan dakwah khasnya ‘Manajemen Qalbu’, Ustadz Yusuf Mansyur dengan anjuran ‘Sedekah’nya, Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham dengan ‘Dzikir’nya, dan sebagainya.

Tentunya, masing-masing memiliki alasan yang bisa dijadikan hujjah. Sebagiannya murni karena strategi agar mudah diterima oleh umat, sedangkan yang lainnya memilih salah satu jalan lantaran mendapatkan petunjuk. Misalnya, Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham. Beliau memilih berdakwah dengan dzikir setelah mengalami sebuah mimpi.

Sebelumnya, dai asal Banjarmasin ini terkenal dengan retorika yang memukau. Bahkan, di kediamannya yang berbentuk gubuk ukuran dua kali tiga meter saat pertama kali lulus pesantren, sosok ini sudah mengantongi berbagai piala sebagai pemenang lomba pidato dari tingkat kelurahan hingga Asia Tenggara.

Lalu, takdir pun membawa beliau kepada sebuah perubahan. Terkena bisa ular. Koma selama dua puluh satu hari. Setelah sadar, suara lantangnya hilang dan berganti dengan suara serak hingga kini. Sebelum koma, beliau pernah bermimpi. Mimpi inilah yang menjadi petunjuk hingga beliau memilih jalan dakwah dengan dzikir.

Malam hari, beliau ditantang oleh temannya. “Kamu jangan hanya dakwah di masjid.” Lanjutnya sampaikan tantangan, “Jika berani, ayo dakwah di tempat maksiat.” Beliau pun menyanggupi dan nekat menuju tempat hiburan malam. Diskotek.

Belum lama di tempat itu, waktu sudah berganti hari. Tepat sedetik setelah pergantian waktu, lampu tempat maksiat itu pun menyala; laki-laki minum-minuman keras bersamaan, diiringi dengan tawa, tari, siul, tepuk tangan, dan riuh seluruh yang hadir. Tak ketinggalan, para wanita yang menjajakan aurat pun beraksi. Dalam peristiwa yang terjadi di sekitar akhir tahun 90-an itu, beliau juga melihat beberapa pemimpin negeri ini yang ikut melakukan pesta di tempat maksiat itu.

“Arifin menangis, lalu berlari keluar. Tidak kuat.” Selanjutnya, beliau memilih berdiam diri di masjid yang terletak di dekat tempat tinggalnya. “Arifin gak pulang. Langsung ke masjid.” Di rumah Allah Ta’ala itu, beliau tertidur dalam tangis munajatnya. Lalu, bermimpi.

“Di dalam mimpi itu, Arifin masuk ke dalam sebuah kampung. Tapi, sepi. Arifin terus berjalan. Hingga, sampailah di sebuah tempat pertemuan warga.” Dalam mimpinya itu, beliau melihat orang-orang berkumpul di sebuah majlis ilmu. “Lalu, ketika Arifin mendatangi majlis tersebut, orang-orang berpakaian serbaputih di dalam mimpi itu saling berbisik sembari menunjuk ke arah Arifin, ‘Ini dia pemimpinnya.’”

Selepas mimpi tersebut, beliau pun istiqamah dengan seruan dzikirnya. Subhanallahi wal hamdulillahi wa laa ilaha illallahu wallahu akbar. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaSetan-setan Manusia
Artikel berikutnyaInilah Tanda Kiamat yang Terjadi di Zaman Nabi