Laki-laki Ini Lebih Baik dari Sepenuh Bumi Laki-laki

0
pekerjaan fi sabilillah
Kerja keras © Dito/Flickr

Jangan sekalipun menilai seseorang hanya berdasarkan fisiknya. Jangan meremehkan seseorang hanya karena kumal pakaiannya, kusut rambutnya, atau bau badannya. Jangan pula memuja muji manusia hanya karena mobil mewah yang dikendarainya, rumah megah yang ditempatinya, istri cantik yang banyak jumlahnya, atau pakaian rapi nan necis yang dikenakannya.

Sampailah kepada kita sebuah riwayat oleh Imam al-Bukhari sebagaimana dikutip Prof Dr Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah. Suatu hari, Nabi sedang bersama salah seorang sahabatnya. Beliau bertanya, “Apa pendapatmu tentang orang itu?”

Jawab sang sahabat yang tak disebut namanya ini, “Jika orang ini melamar, maka lamarannya akan diterima. Dan jika ia meminta pertolongan, maka permintaan itu akan dikabulkan.”

Tak lama kemudian, Nabi menunjuk orang lain dengan penampilan yang berbeda. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kembali bertanya kepada sahabatnya itu, “Apa pendapatmu tentang orang itu?”

“Jika orang itu meminang,” terang sang sahabat tanpa ragu, “maka ia akan ditolak.” Lanjutnya beberapa detik kemudian, “Dan jika meminta tolong, permintaannya itu akan ditolak.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun bersabda, “Yang ini (orang yang kedua) lebih baik daripada sepenuh bumi orang yang tadi (orang pertama).”

Iniah ajaran Islam yang sangat mulia. Bahwa letak kemuliaan seseorang adanya di dalam hati. Fisik hanyalah bungkus, sedangkan hati adalah esensinya. Siapa baik hatinya, maka baik pula seluruh tubuhnya; begitupun sebaliknya. Meskipun, Islam tidak melarang umatnya untuk memperbaiki fisik, sebab Allah Ta’ala juga mencintai keindahan.

Riwayat ini adalah pelajaran berharga bagi siapa pun, termasuk bagi muslimah dan orang tuanya. Sebab, saat ada yang datang melamar seorang anak, maka kebanyakan orang tua hanya melihat tampilan fisiknya: tampan atau jelek, bekerja atau tidak, berapa penghasilannya, sudah punya rumah atau belum, berapa jumlah mobilnya, dan sebagainya.

Amat jarang di zaman ini seorang ayah yang bertanya, apakah ia lelaki yang shaleh, rajinkah ia mendatangi shalat berjamaah di masjid, seberapa intens interaksinya dengan al-Qur’an, apakah teman-temannya orang shaleh atau sebaliknya, bagaimana baktinya kepada orang tua, apa saja kontribusi untuk masyarakat sekitarnya, amanahkah, atau pertanyaan-pertanyaan lain seputar kualitas hidup yang sumbernya dari dalam hati.

Semoga riwayat ini menyadarkan kita semua; ada yang jauh lebih penting dari tampilan fisik, meskipun ia harus tetap dijaga sebagai wujud syukur kepada-Nya Ta’ala. [Pirman]

Artikel sebelumnyaJika Orang Ini Meminta, Allah Pasti Kabulkan
Artikel berikutnyaOrang yang Haram Masuk Surga