Kisah Cinta Haji Agus Salim; Dua Kali Menikahi Gadis

0
sumber: Merdeka

Oleh pembantu ayahnya, Masyhudul Haq biasa dipanggil dengan “Gus”. Sebab pembantu yang dikenal dengan nama Emak itu berasal dari Jawa. Panggilan itu pula yang lebih sering digunakan oleh kedua orang tua dan keluarganya, sehingga Masyhudul Haq kecil lebih terkenal dengan nama Agus.

Setelah besar, kata Salim pun disematkan di belakang panggilan, mengiringi Agus. Kemudian kata Haji disematkan selepas beliau bekerja di Jeddah dan berhaji selama lima kali dalam kurun waktu lima tahun. Kini, kita mengenang beliau sebagai sosok Haji Agus Salim; guru bangsa yang menguasai sembilan bahasa asing.

Cerdas dan tekun sejak kecil, Agus Salim menjadi bintang kelas di sebuah sekolah Belanda setingkat SD kala itu. Selepas lulus, ia berhak memperoleh beasiswa untuk melanjutkan sekolah unggulan setingkat SMP dan SMA (selama lima tahun) di Batavia. Kala itu, sekolah unggulan ini hanya ada di Batavia, Semarang, dan Surabaya dengan kurikulum sama dengan sekolah asli yang ada di Negeri Kincir Angin.

Luar biasanya, di sekolah yang hanya ada di tiga tempat di Indonesia (dulu disebut Hindia Belanda), Agus Salim berhasil mendapatkan juara umum.

Hal lain yang menjadi catatan, sebab sebagian besar siswa di sekolah tersebut berasal dari keturunan Belanda, maka Agus Salim pun ikut terpengaruh dengan budaya dan kehidupan orang-orang Belanda. Alhasil, Agus Salim mulai meninggalkan akhlaknya sebagai Muslim, dan ia pun berpacaran dengan gadis dari kampung tetangga.

Sempat menjalin hubungan, meski tetap menjaga jarak dan menghindari kontak fisik, Agus Salim berjanji akan menikahi gadis penuh pesona bernama Zainatun Nahar. Duhai, cinta keduanya mekar bak bunga di musim semi. Merona. Harum. Wangi. Sedihnya, saat janji menikahi sudah diucapkan, Agus Salim ditugaskan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk berpindah tugas ke Jeddah setelah sebelumnya menjadi penerjemah bahasa asing di sebuah perusahaan pertambangan milik pemerintah penjajah.

Sebab memikirkan janji yang telah diucap kepada kekasihnya, Agus Salim sempat menolak tugas tersebut. Sehingga, ia bertengkar hebat dengan bapak dan ibunya. Lantaran pertengkaran itu pula, dan sebab lain terkait usia, ibu Agus Salim sakit keras. Kemudian, meninggal dunia.

Terpukul oleh wafatnya sang ibu yang amat menyayanginya, Agus Salim pun bertekad untuk berbenah. Ia mengurus segala macam dokumen kepergian. Niatnya bulat; menerima perintah kerja di Jeddah. Di sana, ia bertugas sebagai pegawai yang mengurusi jamaah haji dari Hindia Belanda dikarenakan banyak pegawai asli Belanda yang memang bukan beragama Islam.

Mendengar kabar kepergian kekasihnya ke Jeddah, Zainatun Nahar pun bersedih. Gadis penuh pesona ini marah-marah seraya cemburu. Katanya, “Uda pasti akan tertarik dengan gadis Arab yang katanya cantik-cantik.”

Kemudian dengan rayuan mautnya, Agus Salim menukasi, “Cintaku hanya untukmu. Tenanglah, Adiak.” Ia juga berjanji akan segera menikahi Zainatun nahar sepulangnya dari Jeddah. [Kisahikmah/Pirman]

Rujukan: Cahaya dari Koto Gadang, Haidar Musyafa, 2015.

Bersambung ke Kisah Cinta Haji Agus Salim; Dua Kali Menikahi Gadis (2)

Artikel sebelumnyaCara Ketahui Kekurangan Diri Menurut Imam al-Ghazali
Artikel berikutnyaKisah Cinta Haji Agus Salim; Dua Kali Menikahi Gadis (2)