Mengapa Nikahi Janda 7 Anak Padahal Nabi Perintahkan Menikahi Gadis karena Manis Mulutnya?

0
Menikah (ilustrasi liputan6.com)

Sekitar 30-an laki-laki di ruangan itu tak percaya dengan perjalanan hidup saya yang memilih menikahi janda beranak 7 dengan selisih usia 22 tahun. Saya 25 tahun, istri 47 tahun beranak 7, kala itu di bulan Oktober 2013.

Dalam kebingungan yang terpancar jelas dari wajah mereka, kami harus lekas bergegas ke ruang kelas karena materi pelatihan dai berikutnya akan segera dimulai.

“Pemateri sudah ada di dalam kelas,” seru panitia. Kami berlari.

***

Malam harinya, seorang laki-laki tampan beristri satu asal Lamongan Jawa Timur menyampaikan sebuah pertanyaan di tengah diskusi yang kian berlanjut. Rupanya, para jomblo (insya Allah) beriman itu penasaran dengan keputusan ‘gila’ yang saya ambil itu. Begitu pula, sepertinya, mereka yang sudah menikah; tak kalah penasarannya.

“Mengapa antum menikahi beliau (istri saya) dengan selisih usia yang jauh dan status demikian, padahal Nabi memerintahkan agar menikahi gadis, seperti disebutkan dalam sebuah hadits, karena mulutnya manis?” tegasnya, blak-blakan.

Terpaksa, saya menunda jawaban karena adzan Isya berkumandang. Kami bergegas menuju Masjid Al-Furqan di bilangan Kramat Raya Jakarta Pusat di lantai 3 gedung tersebut.

***

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memang memerintahkan umatnya untuk menikahi gadis. Salah satu alasannya karena mulut (bibir)nya manis. Manis di sini, oleh para ulama, dimaknai secara fisik dan juga psikis berupa tutur kata dan sebagainya.

Akan tetapi, ketika kita melihat kehidupan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara lengkap, hanya satu gadis yang beliau nikahi. Sisanya merupakan janda-baik yang belum atau sudah beranak, bahkan beliau menikahi budak dari suku Qibtiyah bernama Mariyah.

Jika merujuk kepada pertanyaan saudara tersebut, dua kasus ini bisa disatukan. Apalagi para ulama sepakat bahwa hadits terdiri dari tiga hal; perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Nabi berkata, nikahilah gadis, dan beliau menikahi Ummul Mu’min ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang masih gadis belia.

Nabi juga menikahi Ummul Mu’min Khadijah binti Khuwailid yang dua kali menjanda, Ummul Mu’minin Saudah binti Zum’ah yang janda berumur banyak, juga Ummul Mu’minin Hafshah binti Umar bin Khaththab yang merupakan janda muda, serta istri-istri beliau lainnya.

Sehingga, menikahi gadis atau janda, keduanya merupakan sunnah yang tak perlu diperdebatkan, selama pernikahan dijalani sesuai syarat dan rukun yang berlaku.

“Jadi,” simpul saya, “itu pilihan hidup. Jangan diikuti, karena gak berpahala. Berpahala jika mengikuti Nabi.”

“Lagi pula,” lanjut saya, “kalau semuanya menikahi wanita yang pernah menikah, siapa yang akan menikahi wanita yang belum menikah dan jumlahnya pun tak kalah banyaknya?”

Sebab memang, tak masalah menikah dengan siapa dan statusnya apa selama wanita/laki-laki itu beriman dan bisa saling bergandengan tangan untuk menghindari neraka-Nya dan mendekat ke dalam ridha dan surga-Nya.

Diskusi pun berhenti sementara. Tertangkap aura cerah di wajah para pria berusia 18 sd 35 tahun itu. Semoga kalian lekas menemukan belahan jiwa, bagi yang belum. [Mbah Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaJika Tinggalkan Ini Sebelum Tidur, Anda Pasti Dihinakan di Hari Kiamat
Artikel berikutnyaSholat Tahajud Kunci Kemuliaan dan Pertolongan Allah