Dari dua orang yang datang ke kontrakan beberapa bulan lalu untuk belajar mambaca al-Qur’an al-Karim, jumlahnya bertambah signifikan hingga kini. Alhamdulillah, ada banyak majlis di sekitar kontrakan kami, hingga di tempat nan mungil yang kami huni ini tidak terlalu berdesakan. Kini, jika masuk semua, jumlah anak yang belajar membaca dan menghafalkan Kalam Allah Ta’ala nan suci ini jumlahnya sekitar dua puluh orang. Alhamdulillah.
Hanya kepada Allah Ta’ala kami lantunkan syukur, lantas kepada keluarga yang membantu dengan seluruh kemampuan, dan orang tua yang dengan yakin menitipkan anak-anaknya, meski hanya dalam kisaran tiga puluh menit saban malamnya.
Lantaran ruangan yang semakin mengecil karena kebanyakan hadirin, kami berinisiatif membaginya menjadi dua kelas.
Mulanya, kami membagi dengan berselang hari. Peserta dibagi dalam dua kelompok berdasarkan waktu ketika mereka mulai mengaji. Satu hari untuk kelompok yang pertama mendaftar, kelompok lainnya di hari berikutnya.
Namun, di hari pertama sejak pembagian, mereka semua berbondong-bondong datang ke rumah. Katanya, “Om, gak enak kalau gak ngaji. Saya mau ikut aja ah. Gak apa-apa kan, Om?”
Maka malam itu, kami gagal membagi menjadi dua kelompok. Mereka akhirnya kembali berdesak-desakan sembari membaca ayat-ayat langit berulang kali.
Beberapa hari setelahnya, kami membagi menjadi dua kelompok. Mengaji setiap hari. Hanya beda waktu. Kelompok pertama setelah Maghrib. Kelompok kedua setelah Isya’. Saat disampaikan pengumuman, mereka hanya mengangguk. Tanpa menyela atau protes.
Keesokan harinya, mereka semua kembali berbaris di depan kontrakan. Dua kelompok. Kata kelompok kedua yang sedianya mengaji setelah Isya’, “Om, saya pingin ngaji sekarang. Nanti kalau setelah Isya’ ada lagi, saya akan masuk lagi. Ngaji dua kali.”
Kami tidak menggunakan cara khusus dalam mengajar. Bahkan mereka datang dengan sendirinya, tanpa kami undang. Kami hanya memberi fasilitas berupa tempat dan sedikit yang kami bisa kerjakan.
Kami hanya berharap, semoga ini menjadi salah satu amalan unggulan yang bisa dipanen pahalanya di akhirat kelak. Mudah-mudahan jika suatu ketika kami berpindah dari sini, anak-anak akan mengenang kami sebagai salah satu sosok yang menjadi sarana hingga mereka bergegas dalam amal shalih.
Atas fenomena ketagihan mengaji anak-anak ini, kami justru merasa sangat malu. Sebab sebagai orang yang mengaku dewasa, kita amat malas melangkahkan kaki ke majlis ilmu karena satu dan lain alasan. Padahal dengan menuntut ilmu, Allah Ta’ala menjanjikan surga bagi kita.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]