Marahnya Umar bin Khaththab karena 4 Kebenaran

0
ilustrasi marah (radiozamaneh.com)

Sayyidina Umar bin Khaththab beranjak dari kediamannya untuk memulai aktivitas siang itu. Sebagai pemimpin kaum Muslimin, Umar terkenal amat dekat dengan rakyat dan benar-benar menghadirkan kesejahteraan. Umar merupakan satu di antara pemimpin terbaik sepanjang zaman yang belum dijumpai saingannya hingga kini.

Di tengah perjalanan menjalankan amanah sebagai Khalifah itu, ayah Hafshah ini bertemu dengan sahabat mulia Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu Ta’ala. Kepada salah satu intelejen Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam itu, sosok bergelar al-Faruq ini bertanya, “Wahai Hudzaifah, bagaimana keadaanmu hari ini?”

Adalah kebiasaan di komunitas kaum Muslimin untuk saling memberi salam, menukar senyum, dan bertanya kabar. Atas pertanyaan sang Khalifah yang amat ditakuti oleh setan ini, Hudzaifah bin Yaman menjawab lugas, “Aku dalam keadaan baik. Aku membenci al-haq (kebenaran/kepastian), shalat tanpa berwudhu, mencintai fitnah, dan aku memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Allah Ta’ala.”

Hanya berselang jenak, Umar bin Khaththab pun marah. Dia tidak berkenan dengan empat hal yang disampaikan oleh sahabat Hudzaifah bin Yaman ini. Katanya dengan nada tinggi, “Apa yang engkau katakan telah membuatku marah!”

Tak jauh dari lokasi pertemuan itu, terdapatlah menantu sekaligus sahabat Nabi yang lain, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Kata Ali berupaya menengahi, “Apa yang membuatmu marah, wahai Pemimpin kaum Muslimin?”

“Tidakkah engkau mendengar ucapan Hudzaifah, wahai Ali?” tukas Umar.

“Iya. Aku mendengarnya.” jawab Ali.

“Tidakkah engkau marah mendengarnya?” lanjut Umar.

“Tidak. Hudzaifah telah berkata benar.” lanjut Ali

Umar Radhiyallahu ‘anhu hanya diam. Menyimak penjelasan sahabat terbaik yang juga menantu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam ini.

Ali pun menjelaskan, “Al-Haq (kebenaran/kepastian) yang dibenci sebagian besar manusia adalah kematian. Shalat tanpa berwudhu maksudnya adalah membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Sedangkan fitnah yang dicintai adalah anak, istri, dan harta dunia. Dan yang dia miliki tapi tidak dimiliki oleh Allah Ta’ala adalah anak dan istri. Bukankah Allah Ta’ala tidak memiliki keduanya?.”

Subhanallahi walhamdulillahi wa laa ilaha illallahu wallahu akbar.

Bukankah kematian adalah kepastian? Tapi kita amat membenci dan berupaya lari darinya.

Bukankah anak, istri, dan harta merupakan fitnah? Tapi kita amat mencintai, berhasrat dan mengejarnya.

Shalawat maknanya sama dengan shalat, doa. Dan kita dibolehkan bershalawat tanpa berwudhu.

Sedangkan apa yang kita miliki dan tidak dimiliki oleh Allah Ta’ala adalah anak dan istri. Mahasuci Allah Ta’ala.

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaKisah Cinta Pertama Sayyid Qutb
Artikel berikutnyaAkibat Melempar Sepatu kepada Ibu