Disebutkan dalam sebuah riwayat, Nabi Ayyub ‘Alaihis salam sedang mandi. Agak lama. Di tengah aktivitasnya itu, seekor belalang jatuh, tak jauh dari posisi beliau. Bukan belalang biasa. Dalam riwayat tersebut disebutkan, yang terjatuh adalah belalang dari emas.
Tanpa berlama-lama, Nabi Ayyub ‘Alaihis salam segera memungutnya. Dengan rasa sumringah yang penuh, beliau memasukkannya ke dalam saku baju.
Tak lama setelah itu, Allah Ta’ala pun memanggil salah satu Nabi utusannya ini. Meski Allah Ta’ala Maha Mengetahui, Dia Ta’ala bertanya, “Wahai Ayyub! Bukankah Kami telah menjadikanmu sangat kaya hingga tak membutuhkan apa yang kamu lihat itu?!”
Dengan nada santai, dan Allah Ta’ala Mahasuci serta Maha Mengetahui, Nabi Ayyub ‘Alaihis salam menyampaikan jawaban. “Wahai Tuhanku,” jawabnya dengan santun di hadapan Rabbnya, “tetapi tak ada bagiku rasa kenyang dari Rahmat-Mu.”
Nabi Ayyub ‘Alaihi salam dengan ketajaman ruhaninya memberikan sebuah teladan kepada kita tentang sikap yang amat bijak. Bukan serakah. Bukan ingin memiliki seluruhnya. Bukan hendak menumpuk harta kekayaan. Atau niat duniawi-duniawi lainnya.
Apa yang dikerjakan oleh Nabi Ayyub ‘Alaihi salam dalam kisah ini sama dengan teladan yang diperagakan oleh Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala tempo hari. Dalam kunjungannya ke rumah guru sekaligus muridnya, Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullahu Ta’ala, Imam asy-Syafi’i bertingkah aneh.
Dalam penuturan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, tamu yang tidak dia kenal itu bersikap memalukan lantaran rakus. Memakan sangat banyak tanpa merasa malu atau seperti tidak pernah makan sebelumnya.
Ketika dimintai keterangan, sosok yang menulis kitab al-Umm ini menjelaskan, tindakannya itu merupakan bentuk kefahaman atas sebuah hikmah di balik makanan. Beliau meyakini, seluruh makanan di rumah Imam Ahmad bin Hanbal berasal dari sumber yang halal dan hanya diperoleh dengan cara yang halal lagi baik.
Karenanya, di dalam makanan itu banyak terdapat keberkahan. Atas nama berkah itu, Imam asy-Syafi’i tidak mau melewatkannya. Beliau menikmati seluruhnya, tanpa menyisakan barang satu butir nasi atau satu potong kecil rempah-rempah.
Hendaknya kita pandai melihat di balik sebuah kejadian. Jangan lekas menolak, jangan pula lekas mengambilnya. Lihat dulu asalnya. Pikirkan hikmahnya. Lalu putuskan respons yang paling tepat.
Jika Anda bisa memastikan bahwa sesuatu (belalang emas) itu berasal dari Allah Ta’ala, jangan segan untuk segera mengambilnya. Pertanyaannya; dari mana kita mengetahui bahwa itu asalnya dari Allah Ta’ala?
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]