Namanya Abrahah al-Asyram. Seorang yang ditunjuk oleh Raja Najasyi sebagai Gubernur Yaman kala itu. Guna mempersembahkan sesuatu yang spesial untuk raja yang telah memilihnya menjadi Gubernur, Abrahah membangun gereja dengan perhiasan indah dan arsitektur yang mewah.
Bersamaan dengan itu, ia mengirim surat kepada Raja Najasyi. Dalam surat tersebut, ia berencana menghancurkan Ka’bah agar jama’ah haji beralih dari Ka’bah ke gereja megah yang dibangunnya itu.
Ternyata, surat yang ditulis Abrahah tersebar beritanya ke seluruh penduduk Makkah. Mereka pun geram dan memikirkan makar agar niat Abrahah gagal. Maka, berangkatlah salah satu penduduk Makkah yang bernama Abu Kinanah menuju gereja tersebut.
Sesampainya di sana, ia meminta kepada Abrahah agar dirinya diberi izin menginap karena sudah malam dan kelelahan. Ia juga beralasan akan melakukan ibadah di gereja. Karena iba, Abrahah mengizinkan Abu Kinanah menginap di dalam gereja.
Siang harinya, saat Abrahah masuk ke dalam gereja, Abu Kinanah sudah tidak ada. Ia meninggalkan gereja entah sejak malam atau pagi buta. Ketika itu, Abrahah mencium bau busuk. Setelah memerintahkan prajuritnya untuk melakukan pengecekan, didapatilah di dinding gereja lumuran kotoran manusia.
Rupanya, Abu Kinanah sengaja buang air besar di dalam gereja, kemudian melumurkan kotorannya ke dinding. Atas ulah konyolnya ini, Abrahah pun marah dan langsung menjalankan aksinya untuk menghancurkan Ka’bah.
Lalu berangkatlah pasukan itu. Sebelum sampai di Makkah, Abrahah mengingatkan bahwa ia tidak akan menumpahkan darah penduduk. Ia hanya ingin menghancurkan Ka’bah. Sayangnya, beberapa prajuritnya melakukan penjarahan terhadap harta penduduk Makkah, termasuk unta milik Abdul Muththalib sejumlah 200 ekor.
Abdul Muththalib yang merupakan pemuka Quraisy dan kakek Rasulullah Saw pun mendatangi perkemahan Abrahah. Selepas bertemu, terjadilah dialog antar keduanya. Dalam dialog ini, Abdul Muththalib menyampaikan kalimat tauhid yang amat monumental dan dikenang sejarah.
Katanya, “Aku adalah pemilik unta. Sedangkan pemilik rumah itu (Ka’bah) adalah Allah Swt. Dia yang akan melindunginya.”
Selepas menyampaikan kalimat itu dan meminta unta serta harta kaumnya yang dirampas, Abdul Muththalib bergegas mengungsi. Ia bersembunyi di gua-gua agar terhindar dari kerusakan yang akan dilakukan oleh pasukan Abrahah.
Sebelum meninggalkan Ka’bah, Abdul Muththalib dan pembesar Quraisy lainnya menyenandungkan bait-bait syair berikut:
Ya Allah, sesungguhnya seorang hamba hanya mampu melindungi kendaraannya.
Maka, lindungilah Rumah-Mu.
Berilah pertolongan hari ini untuk melawan penganut dan penyembah salib hingga tuntas.
Selamanya jangan biarkan pasukan salib dan agama mereka mengalahkan agama-Mu, jikalau Engkau mengabaikan mereka dan kiblat kami.
Allah Ta’ala pun melindungi Baitullah sebagaimana disebutkan dalam surah al-Fiil [105]: 1-5, “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).”
Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya “Muhammad Saw Sang Rasul Terkasih” menyebutkan, “Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram. Dan pada bulan Rabi’ul Awal tahun yang sama, Rasulullah Saw dilahirkan.”
Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Muhammad. [Pirman]