Imam Ibnu Sirin; Tabi’in yang Tubuhnya Lumpuh saat Ingat Mati

0
sumber gambar: morabit-md.tumblr.com

Mari sejenak membicarakan sosok shalih umat ini. Agar semangat ibadah kembali menyala. Agar semangat jihad tetap berkobar. Supaya malu saat hendak bermaksiat. Agar senantiasa bergegas mengejar ketertinggalan amalan yang menjadi salah satu tiket untuk masuk ke dalam surga Allah Ta’ala yang dipenuhi nikmat paling sempurna.

Nama lengkapnya Muhammad bin Sirin al-Bashri. Beliau termasuk tabi’in (generasi setelah sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) yang wafat pada tahun 110 Hijriyah. Selain shalih dan takut kepada Allah Ta’ala, Ibnu Sirin juga termasuk ulama ahli fiqih di masa itu.

“Apabila ditanya soalan fiqih dan hukum halal-haram, kulitnya memucat, seakan bukan Ibnu Sirin.” Demikian ini yang dituturkan oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah saat menjelaskan Risalah al-Mustarsyidin tulisan Imam al-Harits al-Muhassibi, padahal dalam pergaulan biasa, Ibnu Sirin terkenal sebagai sosok yang suka bercerita, saling tertawa, dan asyik dalam membicarakan berbagai persoalan kehidupan.

Dari banyak muridnya, ada dua sosok yang terkenal. Ialah Hisyam bin Hasan al-Azdi dan Ayub bin kaisan as-Sikhtiyani. Keduanya berasal dari Bashrah dan rutin menuntut ilmu dari sang guru. Dua murid terbaik ini pernah menyampaikan kesaksian, “Kami tidak pernah melihat satu pun orang yang lebih besar pengharapannya melebihi pengharapan Ibnu Sirin (kepada Allah Ta’ala).”

Komentar ini terdapat dalam Thabaqat al-Kubra karangan Imam Ibnu Sa’ad.

“Ketika mengingat mati,” tulis Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-‘Ilal wa Ma’rifah ar-Rijal, Imam adz-Dzahabi dalam Tarikh al-Islam dan Tadzkirah al-Huffazh, “sekujur tubuh Ibnu Sirin langsung lumpuh. Apabila berjalan di pasar, setiap orang yang melihatnya pasti teringat kepada Allah Ta’ala.”

Masya Allah… Allahu Akbar.

Hanya dengan melihatnya, kaum Muslimin akan serta-merta mengingat Allah Ta’ala. Bagaimana lagi jika berkumpul, berdiskusi, dan mendengarkan taujih-taujih  Rabbani dari beliau rahimahullah?

Kini, kita pantas menangis. Sebab tiada kesempatan untuk berjumpa dan menimba ilmu dari kalangan terbaik ini secara langsung. Mereka bagaikan gemintang di langit, sedangkan kita berada di bumi lapisan ketujuh yang sedang sibuk mengejar dunia, sementara mereka justru berlari cepat-cepat dari dunia.

Allah…

Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]

Artikel sebelumnyaBangkitnya Spiritualitas Sang Pengusaha Sukses
Artikel berikutnyaImam Hasan al-Bashri; Jika Diingatkan Neraka, Seakan Neraka hanya Tercipta Untuknya