Masyarakat sekitar sudah siap dengan gempita mubadzir pergantian tahun Masehi. Mereka sibuk mempersiapkan berbagai jenis alat bakar dan bahan-bahan makanan yang bisa dibakar untuk sajian khas versi mereka. Hanya segelintir warga yang benar-benar tidak tertarik dan memilih menjalani aktivitas di malam itu sebagaimana hari-hari biasanya.
Dalam perjalanan pulang dari masjid dalam shalat Isya’ terakhir di tahun 2015 itu, seorang laki-laki kurus dengan tinggi sekitar seratus enam puluh sentimeter ini terlihat santai dengan jamaah lain. Berjalan di depan rumah warga yang sudah terlihat dalam kesibukan malam. Sekitar lima puluh meter sebelum sampai di kontrakannya, ada seorang pemuka masyarakat yang memanggilnya.
Ajakan mengaji. Membaca al-Qur’an bersama. Acara rutin pekanan berupa khataman al-Qur’an 30 juz, satu orang membaca satu juz. Laki-laki ini pun mengiyakan, lalu pulang sejenak untuk meminta izin kepada istri pertamanya.
Tak lama kemudian, dia pun pergi. Berempat. Pemuka masyarakat, dia, dan dua anak kembarnya. Menuju ke rumah seorang pengusaha sukses yang malam itu meminta agar jamaah pengajian bersilaturahim ke rumahnya.
Setelah menunggu agak lama, jamaah pun berkumpul. Al-Qur’an per juz dibagikan. Acara dibuka oleh pembawa acara. Pembacaan al-Qur’an dimulai. Sekitar satu jam setelah itu, semua jamaah kelar dengan bacaannya masing-masing, lalu acara diserahkan kepada tuan rumah; sambutan.
Lepas mengucap salam untuk kaum Muslimin, pujian untuk Allah Ta’ala, dan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tuan rumah yang merupakan pengusaha sukses ini menyampaikan ungkapan terima kasih dan alasannya mengundang para jamaah.
“Biasanya, kami sekeluarga menghabiskan malam tahun baru dengan hura-hura. Berhibur dengan keluarga seraya menghabiskan banyak uang di malam pergantian tahun. Tapi, kali ini, kami berniat mengubah kebiasaan buruk dengan tradisi yang lebih baik.
Kita bermuhasabah. Meski ini bukan tahun kita. Kita memiliki tahun baru Hijriyah. Malam ini, kami mengundang bapak-bapak dan adik-adik sekalian, untuk berdoa bersama; semoga Allah Ta’ala melimpahkan keberkahan untuk kehidupan kita hingga akhir zaman.
Besok, kami juga mengundang karyawan-karyawan saya, untuk bertemu, mengobrol, dan membicarakan perbaikan yang akan kita kerjakan. Alhamdulillah, berkah doa dari bapak-bapak dan anak-anak yatim, hingga detik ini, usaha saya senantiasa berkembang.”
Sekecil apa pun, perubahan menuju kebaikan harus didukung. Semoga beliau istiqamah.
Kami pun berpikir, betapa kebanyakan masyarakat negeri ini telah mati nalarnya. Beliau yang mobil mewahnya tiga unit terpakir di halaman rumahnya dengan usaha yang berceceran saja memilih ‘menggandakan’ rezeki dengan berbagi. Tapi sebagian kita justru menghabiskan uang yang tak seberapa dengan membakar petasan di malam pergantian tahun, yang durasinya hanya beberapa menit.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]