Harus surga dan harus neraka adalah salah satu ketentuan Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam hadits panjang riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, Imam at-Tirmidzi, dan Imam an-Nasa’i Rahimahumullahu Ta’ala.
Di dalam hadits yang dikutip oleh Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim ini disebutkan, “Sedangkan bentuk-bentuk amal perbuatan adalah menganduang dua keharusan, serupa dengan serupa, sepuluh kali lipat dan tujuh ratus kali lipat.”
Apakah yang dimaksud dengan harus surga dan harus neraka?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda dalam kelanjutan hadits tersebut, “Dua keharusan tersebut adalah; barang siapa meninggal dunia dalam keadaan Muslim dan Mukmin serta tidak mensekutukan Allah Ta’ala dengan sesuatu pun selain-Nya, maka keharusan baginya mendapatkan surga.”
Orang-orang Islam dan menjaga imannya hingga mati dalam keadaan tidak mensekutukan Allah Ta’ala dengan siapa pun selain-Nya, baginya surga yang dipenuhi kenikmatan lengkap dengan seluruh tambahan di dalamnya dan puncak nikmatnya berupa pertemuan dengan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala memberikan sebaik-baik balasan atas Islam, iman, ihsan, dan keistiqamahan yang mereka kerjakan. Sebab amalan itu bukanlah sesuatu yang gampang. Butuh perjuangan yang dahsyat, bahkan banyak yang harus menggadaikan nyawanya demi mempertahankan Islam tetap di dalam hatinya sampai ajal menjemput.
Sedangkan yang dimaksud dengan harus neraka ialah, “Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan kafir, maka keharusan baginya mendapatkan neraka.”
Bentuknya ditentukan di akhir kehidupan. Betapa pun hebat iman dan amalnya sepanjang hidup akan menjadi sia-sia tatkala seseorang meninggal dalam keadaan mensekutukan Allah Ta’ala dengan selain-Nya.
Bisa pula orang yang memang bergelimang dalam kekafiran dan tiada berniat bertaubat hingga ajal benar-benar menyambanginya. Hidup dalam keadaan kafir. Mati pun dalam keadaan syirik. Mengenaskan.
Karenanya, iman menjadi amat mahal harganya bahkan tiada ternilai dengan dunia seisinya. Ia merupakan tiket utama bagi siapa saja yang menghendaki kebahagiaan hakiki di akhirat nan abadi. Iman ini pula yang seharusnya kita upayakan melebihi kesungguhan diri dalam menggapai dunia dan seluruh perhiasannya.
Semoga Allah Ta’ala mewafatkan kita dalam keadaan Islam, iman, ihsan, dan tidak mensekutukan-Nya dengan selain-Nya. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]