Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang berada di dalam masjid. Lalu masuklah seorang laki-laki, mendirikan shalat. Setelah kelar dan menghadap Nabi, beliau memerintahkan kepadanya agar mengulangi shalatnya.
Si laki-laki pun mengulangi shalat, lalu kembali menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam. Akan tetapi, manusia paling mulia ini tetap memerintahkan kepada laki-laki tersebut agar mengulangi shalatnya.
Setelah tiga kali mengulangi dan masih disuruh untuk melakukan lagi, laki-laki ini berkata, “Ajari aku. Tidak ada shalat yang bisa kulakukan lebih baik dari shalatku barusan.”
Yang menjadi alasan hingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada laki-laki tersebut untuk mengulangi shalatnya ialah nihilnya rasa khusyuk. Ialah hadirnya hati sehingga tercermin dalam gerakan-gerakan shalat dan aktivitas keseharian seorang hamba.
Meski menggapai khusyuk merupakan amalan yang amat sukar, ada beberapa kiat yang bisa kita upayakan. Di antaranya adalah dua kiat yang disampaikan oleh Kiyai Haji Muhammad Arifin Ilham berikut ini,
Hadirkan Hati
Kiyai Arifin menuturkan, “Sadarlah bahwa dirinya sedang bermunajat, sedang berdiri langsung dengan Sang Mahakuasa, berdialog tanpa batas apa pun.”
Jika tanpa batas, berdialog secara langsung, sudah pasti Allah Ta’ala Maha Mengetahui segala gerak-gerik fisik dan hati kita. Dia Maha Mengetahui lintasan pikiran, dan semua yang terjadi dalam diri seorang hamba di dalam dan di luar shalatnya.
“Alangkah bodohnya kita,” lanjut Kiyai Arifin, “jika kita sedang berhadapan langsung seperti itu, (tapi) kita tidak merasa takut atau bergetar dengan keberadaan-Nya di hadapan kita.”
Shalat Terakhir
“Bisa jadi,” ungkap Kiyai yang memimpin Majlis az-Zikra ini, “setelah shalat, Allah Ta’ala mencabut nyawa kita.”
Dengan demikian, kita akan bersungguh-sungguh untuk menggapai khusyuk, agar bacaan yang kita lafalkan berbekas, lalu menghasilkan daya gedor hingga menggerakkan badan dalam melakukan amal shalih.
“Atau,” pungkas Kiyai Arifin sebagaimana dimuat dalam Hikmah Republika (29/1/2016), “bayangkan, saat sedang mengambil wudhu, malaikat menghampiri kita dan mengatakan bahwa setelah shalat nanti, dia akan mencabut nyawa kita.”
Dengan membayangkan mati, kita akan bersungguh-sungguh dalam menjalani hidup. Sebab tiada artinya segela kepongahan di hadapan maut yang meruntuhkan segala jenis kesombongan.
Ya Allah, anugerahkanlah kekhusyukan kepada kami. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]