Dalam perjalanan hidup sebagai seorang hamba Allah Ta’ala, kita sering merasa jauh dengan-Nya sekaligus menemukan banyak kesukaran untuk mendekat kepada-Nya. Sebaliknya, kita melihat ada begitu banyak orang yang amat dekat dengan-Nya dan dimudahkan melakukan berbagai amalan yang mendekatkan dirinya kepada Tuhan Semesta Alam.
Jika selama ini kita merasa jauh dengan Allah dan mengalami kesukaran dalam mendekat kepada-Nya, bisa jadi karena kita salah memaknai kalimat ‘dekat dengan-Nya’.
Dekat dengan Taat
“Sujudlah dan dekatkanlah dirimu kepada Allah.” (Qs. Al-‘Alaq [96]: 19)
Dalam sebuah riwayat disebutkan, kondisi terdekat antara seorang hamba dengan Allah Ta’ala ialah ketika sang hamba tengah melakukan sujud, terutama dalam shalat. Tidaklah seorang hamba mudah dan rajin serta istiqamah melakukan sujud (shalat), melainkan ia tergolong hamba yang berada di jalan ketaatan.
Ketaatan inilah makna taat yang sejati. Ia memang berat, tapi ada perasaan damai dan nikmat ketika menjalaninya. Kedekatan dengan taat ini, kadang juga kita lakukan ‘tanpa sadar’, terutama ketika seorang hamba menyandarkan seluruhnya kepada Allah Ta’ala dan menyadari kemustahilan melakukan amalan ketaatan, kecuali karena pertolongan dari-Nya.
Dalam riwayat lain juga disebutkan, siapa yang mendekatkan diri dengan amalan wajib, kemudian istiqamah dan menambahnya dengan amalan sunnah, maka Allah Ta’ala akan dekat dengannya. Saat Allah Ta’ala dekat, seorang hamba tidaklah berjalan, bertindak, berucap, mendengarkan, dan melakukan semua amal kecuali dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala.
Yang keluar dari lisannya adalah muraja’ah Al-Qur’an, dzikir dengan kalimat-kalimat yang disunnahkan, menyampaikan berbagai pernyataan dan perkataan yang lembut, santun, menenteramkan, dan bernada dakwah.
Begitu pula pendengarannya. Ia hanya menggunakannya untuk menyimak kalam-kalam Allah Ta’ala, kalimat-kalimat dzikir, dan perkataan-perkataan yang baik lainnya. Sebaliknya, ia bersungguh-sungguh menghindar ketika ada ujaran kebencian, fitnah, desas-desus, apalagi sekadar gossip tanpa makna.
Begitu pula dengan tangan yang hanya digunakan dalam kebaikan untuk menolong sesama, membantu orang tua menaikkan beban ke atas kendaraan, ringan tangan membantu pasangan, siap siaga melayani kebutuhan orang tua, umat, dan berbagai proyek kebaikan lainnya.
Itulah makna kedekatan. Kedekatan yang paripurna dengan ketaatan, bukan hanya ritual, tetapi juga ketaatan yang manfaatnya langsung dirasakan oleh sesama Muslim dan umat manusia. [Kisahikmah]