Kisah dan kiasan adalah salah satu cara yang ampuh untuk memberikan pemahaman kepada manusia. Karenanya, banyak sekali kisah dan kiasan yang Allah Ta’ala berikan dalam ayat-ayat-Nya, atau pun sabda Nabi-Nya. Kisah dan kiasan itu, hendaknya menjadi perhatian bagi kita, khususnya orang-orang yang beriman.
Dari sekian banyaknya kisah dan kiasan itu, ada empat perumpamaan yang disampaikan oleh Nabi dan disematkan kepada orang beriman dan orang munafik. Pertanyaannya, dari keempat kiasan ini, di manakah posisi kita? Jangan-jangan…
Orang Beriman
Buah Utrujah. Itulah kiasan bagi orang beriman yang membaca al-Qur’an. Maknanya, aromanya wangi dan rasanya sedap. Mereka yakin kepada semua rukun iman, kemudian mengoptimalkan hari untuk mengakrabi ayat-ayat Allah Ta’ala, dilanjutkan dengan amal-amal sepanjang hayat untuk mewujudkannya menjadi amal nyata sehingga menjadi sosok al-Qur’an yang berjalan sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Meskipun, amat sukar untuk menggapai derajat ini.
Tamrah adalah buah yang dijadikan kiasan kedua. Ialah buah yang tak punya aroma, tapi rasanya nikmat. Meski nikmat dirasakan, derajatnya ada di bawah Utrujah. Namun, sama-sama bermanfaat. Faktanya, ada orang-orang beriman yang memang belum menjadikan membaca al-Qur’an sebagai amal sehari-hari. Padahal, amalan itu merupakan dzikir yang paling utama dan menjadi kebiasaan orang saleh dari kalangan Nabi, syuhada’, dan shiddiqqin.
Entah sebabnya apa, yang terpenting kita doakan dan berdoa, semoga mereka segera tergerak untuk menjadikan al-Qur’an sebagai dzikir di sepanjang kehidupan, dan kita diberikan kekuatan untuk hidup dengan nafas al-Qur’an; setiap helainya adalah ayat-ayat suci yang terlantun khusyuk.
Orang Munafik
Rupanya, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim ini disebutkan pula bahwa orang-orang munafik pun membaca al-Qur’an. Bagi mereka, ada dua tamsil.
Buah Raihanah. Ditunjukkan kepada orang munafik yang membaca al-Qur’an; aromanya harum, tapi rasanya pahit. Pahit, sebab yang di dalam hatinya penuh dengan makar dan tipu daya. Pahit, sebab di otaknya penuh dengan kebencian-kebencian kepada orang-orang yang beriman.
Sedangkan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an diibaratkan buah Hanzhalah. Sudah pahit, aromanya pun busuk. Artinya, tak ada kebaikan di dalam diri mereka. Dari kejauhan, aroma busuk kebencian dan makarnya sudah terasa. Dan, saat dekat, rasa pahitnya pun menguar kepada siapa saja yang ditemuinya. Pun, bagi mereka yang sama munafiknya.
Demikianlah empat tamsil ini. Tak perlu melihat ke kanan-kiri-depan-belakang-samping, cukup bertanya pada hati kita masing-masing, “Ada di manakah posisi kita saat ini?” [Pirman]