Tidak ada nikmat yang lebih agung bagi seorang hamba di dunia ini daripada kedekatan diri dengan Allah Ta’ala. Sebaliknya, tiada bencana yang lebih besar bagi seorang hamba selain jauh dari Allah Ta’ala. Kedua hal ini ibarat barat dan timur yang mustahil bersatu, bagai minyak dan air yang senantisa terpisah; amat berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Jauh dari Allah Ta’ala jalannya mudah. Di jalan ini, setan menunggu untuk memfasilitasi. Bermula dari hal-hal kecil yang dibolehkan, lalu beranjak menuju hal-hal besar dan yang diharamkan. Terus seperti itu, setiap hari, hingga seorang hamba masuk ke dalam kubur dalam keadaan merugi.
Sebaliknya, jalan menuju kedekatan dengan Allah Ta’ala ini tidaklah mudah. Terjal. Berduri. Banyak jebakan. Terdapat limpahan rintangan. Tiada makna mulus. Dan, dibutuhkan pengorbanan yang amat banyak.
Imam al-Harits al-Muhasibi mengatakan, “Satu-satunya cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala adalah dengan menaati-Nya.” Ialah taat paripurna berupa melakukan seluruh kewajiban dan menyempurnakannya dengan amalan sunnah, lalu diiringi dengan meninggalkan seluruh larangan-larangan Allah Ta’ala.
Rangkumannya ialah satu kata bernama taqwa. Sebuah jalan amat pasti yang jika ditempuh, ujungnya adalah kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat berupa surga dan ridha-Nya.
Taqwa, lanjut Imam al-Harits al-Muhasibi, harus dibuktikan dengan dua hal bersamaan. Ialah keyakinan di dalam hati yang dikombinasikan dengan amal shalih. Terkait hati ialah keikhlasan, berharap hanya kepada Allah Ta’ala dan tiada mensekutukan-Nya.
Selanjutnya, semua ajaran tersebut harus dimanifestasikan dalam perbuatan sehari-hari dalam ibadah ritual dan sosial sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai satu-satunya teladan yang mustahil salah. Alhasil, dampaknya bukan satu bidang, tapi si setiap lini. Taqwa itu, adanya di masjid, pasar, kantor, jalan raya, pusat-pusat pemerintahan, dan seluruh jengkal di bumi ini.
Kesibukan dalam taat ini pula yang mampu menjadi pencegah bagi seorang hamba dari berbuat maksiat dan dosa. Sebab, hati hanya bisa ditempati oleh satu dari dua hal. Andai hati dipenuhi dengan kebaikan dan cahaya-Nya, maka segala jenis keburukan dan setan tak kuasa bersemayam di dalamnya.
Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan kita kekuatan untuk senantiasa berada di jalan-Nya. Aamiin. [Pirman/Kisahikmah]