Setelah bertemu dengan almarhum Hanif sebanyak tiga kali, Fulan pun meminta pendapat sahabat dan para sesepuh tentang mimpinya itu. Hanif yang meninggalkan seorang bayi berusia tujuh bulan itu, di dalam mimpi, menyerahkan bayi yang masih merah kepada Fulan. Atas berbagai pertimbangan, apalagi si Fulan belum dikaruniai anak dari pernikahannya dengan Fulanah, si bayi pun dijadikan anak angkat.
Sejak peristiwa itu, hingga masa enam tahun setelahnya, si Fulan yang menjadikan si Yatim sebagai anak asuh ini mengakui mendapat berbagai macam keajaiban dalam hidupnya. Meskipun, ujian dalam mendidik si Yatim pun tak bisa dibilang gampang. Amat berat dan menguras seluruh potensi.
Pagi itu, si Fulan pamit kepada si Yatim. Umurnya sekitar lima tahun. Sembari berpamit, si Fulan menundukkan badan seraya memeluk dan mencium si Yatim. Bocah itu pun melihat selembar uang seratus ribu menyembul di saku ayah angkatnya.
Tak pakai pamit, si Yatim menarik lembaran itu. Berselang jenak, lembaran kertas berharga bergambar Bapak Proklamator itu berubah menjadi dua. Dirobek tanpa ampun.
Lepas ditenangkan oleh ibu angkatnya, Fulanah, si Yatim pun mengizinkan ayah angkatnya berangkat kerja.
Sekitar dua jam setelah memulai aktivitas di tempat kerja, ponsel si Fulan berbunyi. Dari bengkel yang biasa diberi order oleh tempat kerja si Fulan. Kata sosok di seberang telpon, singkat, “Siang nanti sempatkan ke sini ya, Pak. Ada yang ingin kami sampaikan.”
Siangnya, saat hendak pulang makan siang, si Fulan pun menepati janji. Mampir ke kolega kerjanya itu. Baru duduk beberapa menit, kasir bengkel mendatanginya sembari menyerahkan amplop. Katanya, “Ini ucapan terima kasih dari kami, Pak. Semoga kerjasama yang kita jalin berjalan lancar dan diberkahi.”
Sesampainya di rumah, amplop warna coklat itu pun dibuka. Isinya lima lembar warna serupa dengan uang yang dirobek oleh si Yatim tadi pagi. Hilang satu lembar, langsung dibalas lima lembar. Tidak ada satu hari.
Sorenya, si Fulan yang menemani si Yatim bermain pun memberikan edukasi kepada anaknya. Katanya sembari menunjukkan selembar merah yang sudah disambung, “Nih, Nak. Uangnya jadi tidak laku.”
Padahal, uang itu sudah disambung dengan sangat rapi. Tidak terlihat bekas robek. Fulan dan istrinya juga sudah berupaya membelanjakannya ke banyak toko. Tapi, tetap tidak diterima sebagai alat pembayaran.
Tanpa merasa bersalah, si Yatim menukasi perkataan ayah angkatnya, “Kata siapa gak laku, Pah? Coba deh dibelanjakan ke toko di sebelah sana.” Anak kecil itu menyebut sebuah nama toko yang biasa didatanginya untuk membeli berbagai kebutuhan.
Tanpa jeda, si Fulan segera memanggil paman si Yatim. Katanya, “Bang, tolong beliin susu, roti, dan makanan-makanan untuk bocah ya. Di toko sebelah sana.”
Sembari menunggu, si Fulan melanjutkan acara santainya dengan si Yatim. Tak lama kemudian, si Paman pun pulang dengan membawa segala kebutuhan yang dibeli.
Kata si Yatim, “Tuh kan, Pah? Adik bilang juga apa? Laku.”
Benar-benar laku. Padahal, sebelumnya tiada yang mau menerima. Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]