Ada begitu banyak teladan yang kita dapati dari persaudaraan antara sahabat mulia Anshar dan tamu agung Muhajirin Makkah. Persabatan yang tulus dan langsung mendapatkan apresiasi dari Allah Ta’ala. Dia bangga dengan apa yang dilakukan oleh sahabat Anshar kepada sahabat Muhajirin.
Bertamulah seorang Muhajirin kepada keluarga Anshar. Menjelang malam. Sang istri bingung. Jatah makan malam hanya tersisa untuk anak-anak. Sementara tamu tersebut juga harus dijamu. Akan tetapi, sang suami seperti menemukan sebuah ide cemerlang. Senyumnya cerah menghampiri sang istri.
“Tidurkan anak-anak sesegera mungkin. Setelah mereka lelap, kita ajak makan tamu agung ini. Matikan lampu. Kita duduk bersama dengan menghadap piring makan. Saat tamu agung itu makan, kita pun berpura-pura makan. Agar dia tidak curiga.”
Sang istri shalihah pun menuruti petuah suami kesayangannya. Anak-anak segera ditidurkan setelah membersihkan diri dan merapal do-doa yang disunnahkan. Tak lama setelah itu, waktu makan malam pun tiba.
Sang tamu menikmati hidangan hingga kenyang. Malam harinya, sepasang suami istri surgawi ini tidur menyusul anak-anaknya, dalam kondisi perut yang tak bisa diajak kompromi. Mereka menahan lapar menyengat hingga esok harinya.
Pagi hari, sang suami bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagai salah satu bentuk mukjizat, Nabi mengetahui tanpa harus diceritakan terlebih dahulu.
Beliau bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim Rahimahumullah, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah bangga dengan apa yang kalian perbuat terhadap tamu kalian pada malam kemarin.”
Semakna dengan kisah yang dituturkan oleh Dr ‘Ali Hasyimi dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal menurut al-Qur’an dan as-Sunnah ini juga terdapat kisah lain yang menyebutkan, sahabat yang Allah Ta’ala bangga padanya ialah keluarga mulia Abu Thalhah dan Ummu Tsulaim Radhiyallahu ‘anhum.
Mereka merupakan keluarga surgawi yang dijamin oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sahabat Anas bin Malik adalah salah satu bukti, bahwa sang bunda telah menyerahkannya kepada Nabi untuk dididik menjadi sosok yang berguna bagi Islam yang mulia ini.
Membaca kisah ini, seharusnya kita merasa amat malu. Para sahabat adalah sosok yang bergegas melakukan kebaikan, pun jika harus mengorbankan kepentingan diri dan keluarganya. Bagi mereka, Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah yang utama.
Kita benar-benar harus malu. Bahkan saat malam hari, masih ada makanan yang tersisa di rumah kita, sementara ada tetangga-tetangga yang tengah menahan lapar, tanpa kita ketahui.
Astaghfirullahal ‘azhim.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]