Hati adalah raja dan organ tubuh merupakan pasukannya. Sebagaimana kebenaran yang masuk ke dalam hati melalui organ tubuh, begitu pula dengan aneka ragam keburukan yang mengancam. Semuanya bisa masuk ke dalam hati melalui lisan, pandangan, pendengaran, penciuman, tangan, dan kaki.
Telinga menduduki posisi yang penting dalam memengaruhi manusia untuk berbuat baik atau berlaku buruk. Seorang hamba harus bersikap waspada agar telinga tidak dimasukkan ke dalam neraka atau menjadi sebeb terjerumusnya diri dalam siksa neraka secara keseluruhan.
Dosa yang dinisbatkan kepada telinga sama dengan dosa yang dinisbatkan kepada lisan. Sebab, tidaklah telinga melakukan dosa kecuali dari ucapan, perkataan, atau suara yang didengarnya.
Jika menggunjing merupakan dosa besar yang disepakati keharamannya, maka mendengarkan orang yang sedang berghibah pun termasuk haram dan dosa besar. Jika mendengar tanpa sengaja, hendaknya seseorang menghindari jika tak kuasa melarangnya. Jika mampu melarang dengan nasihat atau perbuatan yang baik, hal itu merupakan amalan yang utama.
Begitu juga dengan mendengarkan desas-desus, adu domba, fitnah, dan perkataan-perkataan atau suara-suara yang diharamkan lainnya.
Sebagai kesatuan utuh, hendaknya telinga disibukkan untuk mendengarkan nasihat yang bijak, sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dalam kajian dari orang shalih, ayat-ayat al-Qur’an al-Karim yang diperdengarkan dari pengajian, seorang syeikh, kaset, atau dibaca sendiri, pun dengan kalimat-kalimat motivasi yang bisa semakin mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah Ta’ala.
Hal ini harus menjadi perhatian serius dengan komitmen dan pendisplinan diri yang amat ketat. Jika memang harus mendengarkan selain itu, hendaknya dilakukan pembatasan agar tidak berlebihan sehingga hati dipenuhi kalimat-kalimat sampah yang tiada maknannya.
Dua hal ini, kalimat yang baik dan perkataan yang buruk, saling bertentangan. Tidaklah keduanya bisa berkumpul di dalam hati. Jika salah satu mendominasi, maka lawannya akan serta-merta pergi meninggalkannya.
Alhasil, jika Anda terbiasa mendengarkan musik yang tiada makna kebaikannya selain bisikan nafsu hingga suara tersebut terlihat indah dan menyemangati, maka kalam-kalam Allah Ta’ala dan kalimat postif lainnya akan sukar masuk ke dalam sanubari.
Sebaliknya, orang-orang yang kesehariannya adalah dzikir menyebut nama Allah Ta’ala dan sibuk membaca al-Qur’an serta menghafalkannya, suara-suara keburukan amatlah sukar masuk ke dalam hatinya. Telinganya panas saat mendengarkannya.
Kira-kira, kita ada di sebelah mana?
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]