Lanjutan dari 7 Pengusaha yang Dijamin Masuk Surga (Bagian 2)
Berikutnya adalah seorang laki-laki yang melegenda dalam jihad di medan Uhud yang diberkahi. Dia berhasil melumpuhkan sepuluh kafir Quraisy yang hendak merenggut nyawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Sampai-sampai, jika ditanya tentang jihad di medan Uhud ini, sang baginda Rasul berkata bahwa jihad itu adalah milik sang lelaki.
Di akhir hayatnya, laki-laki yang tak lain adalah Thalhah bin Ubaidillah ini disebutkan mewariskan seratus ribu dinar emas dan seratus ribu dirham perak.
Sedangkan sosok terakhir yang berhak menduduki predikat pengusaha yang dijamin masuk surga adalah Zubair bin Awwam. Kita bisa mengetahui kekayaannya dari tindakan sang anak yang berkeliling di Makkah dan Madinah selama empat musim haji berturut-turut. Dalam setiap perjalanannya, dia membagikan harta dan bertanya, apakah ayahnya memiliki hutang? Baru pada tahun kelima, dia membagikan harta sang ayah lantaran sudah terpastikan bahwa dia tidak memiliki hutang.
Oleh Inayatullah Hasyim dalam Hikmah Republika 21 Mei 2016, kekayaan Zubair bin Awwam yang dibagikan mencapai angka lima puluh juta dua ratus ribu dirham.
Sebagai Muslim, kita harus bersyukur dengan semua ini. Inilah karunia yang Allah Ta’ala berikan dan kita harus mengambil hikmah darinya.
Hendaknya kita tidak hanya sibuk meneladani ibadah ritual ketujuh pengusaha yang dijamin masuk surga ini, lantas lalai dan benar-benar abai terhadap capaian mereka terkait harta duniawi.
Sebaliknya, jangan pula sibuk meneladani semangat wirausahanya, tapi melupakan ibadah ritual sebagai salah satu tujuan utama kita dalam hidup. Bahwa rezeki dan pencapaian usaha itu terjamin, tapi tidak demikian dengan kualitas iman dan taqwa kepada Allah Ta’ala.
Maka seharusnya, usaha dalam menggapai iman dan taqwa yang berkualitas harus lebih tinggi dan sungguh-sungguh di banding usaha menambah omset dan aset usaha.
Dan yang terpenting dari itu semua, ketujuh pengusaha ini semuanya memiliki sifat zuhud. Harta hanya di tangan, tak pernah menyentuh hati mereka. Harta benar-benar dijadikan sarana untuk menukar surga, bukan menukar amalan akhirat dengan pencapaian aset dan omset usaha.
Mudah-mudahan kita menjadi pribadi yang senantiasa berpikir dengan menyebut nama Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]