Mungkin kita terlalu lelah atau kurang piknik sehingga kehilangan fokus. Kita terkesan dan benar-benar lalai hingga melupakan hal yang amat penting dan mengingat hal-hal remeh yang sejatinya tiada manfaatnya. Kita mengejar sesuatu yang meninggalkan kita dan meninggalkan apa yang benar-benar mengejar dan pasti berada di dekat kita.
Kita, sebagian besarnya benar-benar lupa. Kita ini dimampirkan oleh Allah Ta’ala ke dunia, lantas seiring berjalannya waktu, sebagian kita justru merasa betah dan menganggap bahwa dunia ini abadi sebagai tempat tinggal kita. Alhasil, ada begitu banyak manusia yang aslinya berasal dari kampung akhirat, tapi enggan untuk mudik karena merasa betah dan nikmat di kota perantauan dunia.
Oleh karena lalai dan lupa itu pula, sebagian besar manusia enggan bahkan tak sempat mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhirat yang abadi. Sebagian kita hanya menumpuk saldo tabungan dunia dan benar-benar lupa berapa saldo tabungan akhirat yang kita miliki.
Tatkala itu, datanglah sekelompok orang yang bertanya, “Mengapa sebagian kita betah di dunia dan enggan kembali ke akhirat, padahal kembalinya kita ke akhirat merupakan keniscayaan?”
Lantas sang ulama menuturkan, “Sebab kita membagus-baguskan rumah di dunia dan seluruh kehidupannya, sementara negeri akhirat dan kampung halaman nan sejati itu kita hancurkan sehancur-hancurnya.”
Benar, bukan?
Adakah orang yang mau berpindah dari kenikmatan menuju kesengsaraan? Siapakah orangnya yang mau beranjak dari rumah mewah dengan seluruh fasilitas menuju hunian yang roboh, tidak bagus, bahkan bau di sana-sini?
Padahal, rumah dunia yang kita bangun amat mewah dan megah itu bersifat sangan sementara, pasti sirna, sudah niscaya kehancurannya. Sedangkan rumah akhirat yang kita hancurkan itulah kehidupan hakiki, kepastian yang mustahil diingkari, dan kita sedang berada dalam perjalanan menuju ke sana.
Maka selayaknya, kita mula berbenah. Hendaknya kita memprioritaskan yang abadi dan mengesampingkan yang sementara. Carilah dunia hanya untuk mencukupkan bekal, sebab perjalanan hidup di akhirat sangatlah panjang, ujiannya berliku, banyak hal-hal yang belum pernah kita alami dan hanya bisa dilalui dengan gemilang jika kita bersiap diri dan bersungguh-sungguh mengupayakan bekal.
Jika sebentar lagi kita mati, sudah siap dengan bekal apa untuk berapa lama?
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]