Saat menerima ilmu, hendaknya kita mengosongkan hati dan pikiran agar ilmu bisa masuk ke dalam hati dengan baik. Akan tetapi, saat hendak beramal, kita harus menggunakan ilmu dan logika yang dimiliki untuk menimbang lalu memutuskan apakah sebuah ajaran termasuk kebenaran, kekeliruan atau syubhat.
Di antara sekian banyak pemahaman yang beredar, ada satu yang cukup parah, tapi banyak diikuti oleh kaum Muslimin. Ialah pemahaman yang banyak dipaparkan oleh ustadz artis di berbagai acara dan media yang mereka gunakan.
Singkatnya, mereka sering mengutip hadits Qudsi bahwa Allah Ta’ala sesuai prasangka hamba-Nya. Kurang tepatnya, mereka menggiring kaum Muslimin pada sebuah kesimpulan; manusia dulu berprasangka, lalu Allah Ta’ala akan mewujudkan.
Sungguh, ini tidak benar. Sungguh, ini tak pernah diajarkan oleh para Nabi yang mustahil melakukan kesalahan.
Ketika Nabi Musa ‘Alaihis salam dan kaumnya terjepit di antara kaum Fir’aun dan samudera yang luas, lantas sebagian Bani Israil berputus asa, apa yang dilakukan oleh Nabi Musa ‘Alaihis salam? Adakah Musa yang mulia berkata, “Jangan khawatir. Percayalah pada dirimu. Percayalah bahwa laut ini akan terbelah. Berpikir positiflah. Jika kamu berprasangka akan selamat, pasti kita akan selamat.”
Sungguh, Musa jauh dari kejahilan jenis ini. Musa dengan ilham yang Allah Ta’ala berikan berkata dengan tegas bahwa Allah Ta’ala akan menolong dengan menyelamatkan mereka. Lantas Musa mengakui kelemahan diri dan kemahabesaran Allah Ta’ala hingga laut dibelah oleh-Nya menjadi jalan yang terbentang luas.
Bukan hanya terhadap Musa ‘Alaihis salam, kejadian ini juga dialami oleh Nabi Ibrahim Khalilullah. Apa yang dikatakan oleh Nabi Ibrahim saat berada di dalam lautan api? Hasbunallahu wani’mal wakiil. Ni’mal maula wa ni’man nashir.
Mengapa Ibrahim tidak berkata seperti yang didakwahkan oleh para artis berpenampilan ustadz, “Aku harus berpikir positif. Aku harus melakukan sugesti bahwa api ini dingin. Pusatkan pikiran. Percaya pada kemampuan diri. Api ini dingin. Maka akan menjadi dingin beneran.”
Sungguh, Ibrahim ‘Alaihis salam jauh dari syubhat jenis ini. Dia dengan ketajaman hatinya memohon kepada Allah Ta’ala, hingga Dia berfirman agar api menjadi dingin serta memberikan keselamatan bagi Ibrahim ‘Alaihi salam.
Ya Allah, lindungi kami dari kesesatan pemahaman ini. Jadikan kami merasa lemah di hadapan-Mu, bukan berbangga diri dengan berpikir bahwa Engkau akau menuruti semua keinginan kami.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]