“Ketahuilah para hadirin, terkhusus mempelai putri, bahwa sesungguhnya mempelai putra ini sudah menikah”. Begitulah salah satu petikan tausiyah seorang ustadz di salah satu acara walimah seorang pemuda yang juga aktifis dakwah di daerahnya. Lugas, jelas, tidak ragu-ragu kalimat itu disampaikan oleh ustadz yang berdiri di depan para hadirin, termasuk kedua mempelai dan keluarganya.
Semua hadirin, undangan, keluarga terdiam sesaat, saling berpandangan, kemudian menghela nafas. Jantung mempelai putri apalagi, terasa berat dan lemah seolah tak mampu lagi memompa darah. Apalagi mempelai putra, kaget dan bingung bukan main. Apa maksud ustadz menyampaikan hal itu di hadapan hadirin dan juga istri yang baru saja dia nikahi. Padahal semua yang hadir dan juga ustadz yang juga kenal baik dengannya, tahu persis riwayat hidupnya, mulai dari kecil sampai dewasa dan sampai menikah di hari itu. Seolah dunia berhenti sejenak menunggu apa yang diberitahukan dan disampaikan ustadz selanjutnya. Sejenak memang ustadz tersebut berhenti dalam tausiyahnya.
Beruntung kedua mempelai bisa menahan diri untuk berbaik sangka terhadap apa yang disampaikan oleh ustadz yang sudah sangat mereka kenal dengan baik. Menunggu keterangan lebih lanjut. Menunggu hikmah, bekal dan nasehat apa yang hendak ustadz sampaikan. Yang pasti sangat mereka perlukan untuk mengarungi samudera kehidupan, menuju pangkalan surga yang mereka idam-idamkan.
Mereka berdua yang sama-sama aktif dalam berbagai kegiatan dakwah, sejak semula sudah berkomitmen untuk tetap bergerak dan mengorbit dalam dunia dakwah yang mereka cintai. Sembari membangun keluarga yang islami, mereka juga takkan berhenti membangun ummat yang mereka cintai menuju masyarakat madani yang Allah ridhoi. Mereka akan tularkan nikmat ukhuwah dan dakwah yang mereka telah rasakan kepada mereka yang belum merasakannya.
Beberapa detik kemudian ustadz tersenyum dan melanjutkan tausiyahnya. “Jangan kaget para hadirn dan juga kedua mempelai. Istri pertama dari saudara mempelai putra yang sudah dia nikahi ini tidak lain dan tidak bukan adalah dakwah. Dia sudah berkomitmen untuk menjaga dan merawatnya dengan sebaik mungkin. Dia sudah bergaul dengannya, jauh sebelum mengenal istri yang barusan dia nikahi tadi. Maka dari itu kepada kedua mempelai, silahkan kalian saling bantu untuk melayani dengan baik istri pertamanya. Karena insyaAllah ridho dan surgaNya menjadi balasan bagi kalian berdua”. Allahu Akbar.
Semua hadirin, undangan dan keluarga lega. Terkhusus kedua mempelai, mereka tersenyum haru dan tanpa terasa berlinang air mata karena bahagia. Mereka telah mendapatkan hikmah dan bekal yang sangat berharga untuk mengarungi bahtera hidup agar bahagia sampai disurga. Bekal itu tidak lain adalah tetap istiqomah dan berbuat terbaik dalam melayani istri pertama suami yaitu berdakwah dijalanNya.
Semoga ini menjadi pengingat bagi saya dan para pembaca semua. Aamiin. Wallahua’lam bishowab (Syahrul M/ Kisahikmah.com)