Inilah salah satu kisah yang dituturkan oleh HAMKA dalam bukunya Tasauf Modern. Kisah ini terjadi di tahun 1928 dan sampai kepada beliau saat menetap di Makassar di tahun 1932. Beliau bertutur tentang berantakannya sebuah keluarga yang terdiri dari satu suami dengan empat istri.
Berikut detail kisah dan yang menjadi sebab berantakannya mahligai rumah tangga yang dibangunnya dengan susah payah itu.
Tersebutlah sebuah bangunan yang terkenal dengan sebutan “Rumah 100.000” oleh masyarakat sekitar. Sang empunya membeli rumah itu saat memenangi loteri (undian, judi) senilah seratus ribu rupiah. Di tahun itu, 1928, seratus ribu rupiah adalah jumlah yang amat besar untuk ukuran masyarakat Makassar.
Selain membeli rumah, lelaki itu juga menikahi empat istri, dan membeli satu unit mobil yang indah dan mahal. Luar biasa, hatinya sumringah, wajahnya cerah, dadanya membusung dengan gaya berjalan yang tegak, seakan menantang langit.
Namun, gegap gempita sumringah itu tak berjalan lama. Tutur HAMKA, “Empat tahun setelah itu, uangnya habis, mobil terjual, keempat istrinya lari, dan rumah itu dijual kepada seorang Tionghoa.” Usahanya bangkrut, dunia yang semula dititipkan kepadanya diambil, sebab mendapatkannya pun dengan cara yang haram dan menjijikkan.
Selain itu, ia juga menanggung hutang yang belum dibayar di sebuah toko. Padahal, hutang itu sudah lama ditanggungnya, sejak 1928 hingga 1932.
Demikian itulah sifat harta yang didapatkan dengan cara lacur dan tidak terhormat. Maka, terang HAMKA, “Uang itu tidak mahal baginya. Sebab didapatnya tidak dengan keringat mengalir. Dan persediaan penerima tidak pula ada.”
Maka, berkeringatlah untuk mengupayakan kekayaan dengan cara yang halal, baik, dan berkah. Kemudian, serahkan hasilnya kepada Allah Ta’ala. Harta yang banyak dan berkah, akibatnya juga baik bagi yang dititipinya, di dunia dan akhirat.
Sedangkan harta yang sedikit lagi didapatkan dengan cara menipu, korupsi, judi, dan perbuatan-perbuatan haram lainnya, maka hal itu hanya akan mengakibatkan keburukan dan kebinasaan. Kelak, pelakunya akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan siksa yang abadi di neraka Jahannam.
Jika yang halal saja mudah didapat, mengapa harus bersusah diri dengan harta yang haram? Semoga Allah Ta’ala menguatkan kita. Aamiin. [Pirman]