Hidup dalam bahtera rumah tangga tidak selamanya berada dalam bahagia. Justru dengan rasa yang berbeda, rumah tangga terasa menantang, meski banyak yang tak mampu bertahan di dalamnya. Bagi sebagian kalangan, berpisah menjadi pilihan, sebab tak mengetahui hikmah atas kesukaran yang dihadapi.
Maka beruntunglah wanita dalam kisah ini. Setelah arungi bahagia dalam rumah tangga selama 40 tahun, sang suami diuji dengan sakit dan derita sepanjang 7 tahun. Bukan ujian yang biasa, sebab harta sang suami habis, sakitnya pun parah. Dalam kondisi kritis seperti itu, setan mendatangi sang wanita, berniat menggelincirkan.
Kepada wanita ini, setan membisiki aneka bualan. “Lihatlah suamimu? Apa yang kau harapkan darinya? Dia sudah tidak tampan, bahkan menjijikkan. Lihat saja lukanya, sampai membusuk. Sakitnya mustahil diobati.”
Sekali dua kali, bisikan itu tidak mempan. Hingga berkali-kali kemudian, naluri kewanitaannya muncul. Ia pun menjerit dengan nada sesal. Lantas, setan kembali mendatangi si wanita dengan membawa sembelihan.
“Bawalah makanan ini kepada suamimu. Bacalah dengan namaku, lalu makanlah. Dia akan segera sembuh.” ujarnya kepada sang wanita.
Berharap agar suaminya sembuh dan tak mengetahui siapa sosok yang menggodanya, sang wanita mendatangi suaminya. “Makanlah, sebutlah namanya (sosok yang memberikan sembelihan, setan).” pinta sang istri. Berharap.
Bukannya dituruti, sang suami justru membentak. “Celakalah engkau! Celakalah engkau! Celakalah engkau!” Lanjut sang suami, “Allah melarang kita memakan sembelihan dengan menyebut selain nama-Nya. Kelak jika sembuh, aku akan menghukummu dengan 100 cambukan.”
Sang istri pun diusir. Kini, sang suami sendirian. Tiada makanan, minuman, dan orang lain. Dalam himpitan sukar itu, Allah Ta’ala memerintahkannya menggali tanah hingga memancarlah air dari dalamnya. Ia mandi dengan air itu, penyakitnya langsung sembuh, ketampanan dan kegagahannya kembali seperti semula, atas Kuasa Allah Ta’ala.
Lama berselang, sang wanita teringat dengan suaminya. Terbitlah iba di dalam diri, hingga dia berniat pulang, untuk meminta maaf dan kembali mengurusi suaminya. Sesampainya di gubuk sang suami, matanya terbelalak. Semuanya sudah berubah.
Dia berkeliling, mencari suaminya. Lalu keluarlah seorang laki-laki dengan paras menawan. Di tengah dialog dengan laki-laki yang tak dikenalnya itu, sang wanita berkata, “Jika masih hidup dan sehat, ia mirip dengamu.”
Akhirnya, laki-laki tersebut mengaku, dialah suaminya. Ayyub ‘Alaihis salam. Keduanya kembali menikah, lalu Nabi Ayyub menepati janji memberi hukuman kepada sang istri, Rahmah binti Afrayim bin Yusuf bin Ya’qub ‘Alaihimus salam. Oleh Allah Ta’ala, hukuman itu diringankan. Nabi Ayyub diperintah mengambil segenggam rumput, diikat, lalu dipukulkan kepada istrinya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]